Jumat 17 Apr 2015 13:33 WIB

Sudirman Said, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral: Kita Dahulukan Energi Terbarukan

Red:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Mengurus sektor energi nasional tak hanya membutuhkan kelihaian dalam aspek teknis. Lebih dari itu, memerlukan kelurusan niat, mau dibawa ke mana energi nasional kita. Bagaimana Menteri ESDM membenahi sistem migas di Tanah Air, berikut petikan wawancaranya saat berdiskusi dengan awak redaksi Republika, Kamis (16/4).

***

Bagaimana kondisi migas terkini?

Saya bekerja 10 tahun di sektor energi, pernah tiga tahun di Pertamina, pernah di sektor kelistrikan, pertambangan swasta. Mengurus sektor energi bukan soal teknis perminyakan atau pertambangan, tapi soal kelurusan niat, mau dibawa ke mana energi kita. Ada hal yang lebih dalam dari sekadar pekerjaan teknis semata.

Berapa banyak inisiatif penataan, perubahan, perbaikan, dan itu terhenti di Kantor Presiden. Karena energi ini memang volume pekerjaannya, uangnya sangat besar. Semakin hari saya menyadari betapa besarnya diskresi menteri energi.

Maka, sepanjang pimpinan nasional itu lurus istiqamah, konsisten menjalankan untuk kepentingan rakyat, saya kira kita tidak akan kekurangan ahli untuk membenahi sektor ini. Dan, alhamdulillah tiga bulan terakhir, setiap titik-titik krusial kita mengambil keputusan dengan orang, arah ke mana kebijakan, Presiden menunjukkan konsistensinya. Tidak ada sedikit pun dia punya agenda ingin menitipkan sesuatu, ingin mengarahkan sesuatu.

Orang pintar itu banyak, tapi yang punya integritas sedikit. Maka, saya mendefinisikan tugas pertama saya untuk membangun public trust. Ini yang sedang diluruskan satu per satu.

Berarti kewenangan menteri berkurang?

Menurut saya, itu yang mesti dilakukan dan menjadi pemimpin yang bertanggung jawab caranya membatasi kewenangan dengan sistem karena tanggung jawab saya bukan hanya sekarang. Saya harus meninggalkan sistem jejak yang baik sehingga pemimpin berikutnya bisa memimpin rel itu.

Gambaran energi kita saat ini?

Ada paradoks belakangan ini bahwa produksi minyak kita terus turun, 15 tahun lamanya kita tidak memperoleh temuan energi baru yang signifikan. Mungkin sumbernya memang menjelang habis, tapi kita lihat sejauh ini tidak ada kebijakan pemerintah untuk mendorong eksplorasi.

Sepuluh tahun terakhir, perusahaan di migas itu dari 50 tumbuh menjadi 300-an, tapi sebagian pendatang baru yang 250 itu perusahaan yang tidak punya kapabilitas untuk eksplorasi lebih.

Kita juga net importer sejak 2008. Dan, 50 persen dari konsumsi harus diimpor, tapi sekarang ini kita sering merasa masih kaya. Kita ini boros. Intensitas energinya tinggi, tapi konsumsi energi per kapitanya kecil. Kita lupa membangun infrastruktur migas.

Namun, sebagai negara tropis, kita punya sumber energi baru yang luar biasa. Punya energi angin, matahari, panas bumi, arus laut, tanaman, yang bisa diolah menjadi energi. Tapi, perkembangannya sangat lambat.

Sebanyak Rp 260 triliun setiap tahun dikeluarkan untuk energi fosil, tapi sangat minim untuk di energi baru. Anggaran kita untuk energi baru paling hanya Rp 2 triliun – Rp 3 triliun. Itu juga belakangan. Sebelumnya, anggarannya hanya seperti lampiran dalam satu buku. Ditengok kalau perlu saja.

Ada yang bilang ngapain bikin kilang?

Kalau mau mudah, sekarang kita overcapacity beli di luar. Kita tidak punya cadangan strategis. Kita punya cadangan konsumsi yang lamanya hanya 18-20 hari. Kalau terjadi bencana di pusat penyimpanan minyak berhari-hari, kita yang bermasalah.

Infrastruktur gas sangat lambat. Beberapa tahun terakhir penyerapan APBN pun sangat rendah untuk urusan infrastrukur. Kemudian, cadangan batu bara kita juga tidak tinggi-tinggi amat, tapi kita pengekspor terbesar. Jadi, guyonannya itu, batu bara kita sudah sukses membangun kedaulatan energi negara lain. Kita sedang memasuki krisis energi nasional. Dan, saya lebih baik dikatakan krisis supaya tim saya maupun institusi lebih erat.

Kebijakan energi baru?

Saya ingin menekankan kebijakan energi kita sudah memberi mandat bahwa yang didahulukan adalah pemanfaatan energi baru. Yang energi terbarukan ini yang dimaksimalkan. Kita jangan sampai sangat bergantung pada energi fosil. Tak terbantahkan, energi terbarukan harus dimajukan, termasuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).

Sekarang sudah generasi ketiga, tingkat keamanan ini sudah aman, sampahnya sudah aman. Kita sudah merintis ke situ. Sekarang sudah tidak pada tempatnya untuk tabu membicarakan PLTN.

Kapan PLTN diwujudkan?

Nuklir akan jadi sesuatu yang masuk dalam agenda karena kita sudah sepakat dengan Menteri Ristek dan Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) akan kita jadikan pilot project untuk ukuran yang memadai dan bisa digandakan. Oleh Sonia Fitri ed: Nur Hasan Murtiaji

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement