Ahad 12 Apr 2015 14:00 WIB

Sindir Jokowi Rugikan PDIP

Red: operator
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri berbicara saat mengumumkan susunan pengurus DPP PDIP pada Kongres IV PDI Perjuangan di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Bali, Jumat (10/4). (Republika/Tahta Aidilla)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri berbicara saat mengumumkan susunan pengurus DPP PDIP pada Kongres IV PDI Perjuangan di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Bali, Jumat (10/4). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID,Selama kebijakan berpihak ke rakyat, pemerintah akan mendapat dukungan.


JAKARTA--Megawati Soekarnoputri dinilai tidak perlu menyindir-nyindir Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Kongres PDIP lalu. Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sujito, mengatakan, hal itu bisa berimbas pada kelanggengan dan kebesaran PDIP.


"Menurut saya, suara dukungan untuk Jokowi itu lebih besar dibanding Mega. Jadi, kalau dia (Jokowi) terus disindir atau dipojokkan, PDIP akan rugi sendiri," jelas Sujito kepada Republika, Sabtu (11/4). Karena, dengan sikap Mega yang seperti itu, simpati dan dukungan publik untuk Jokowi akan semakin besar.


Sujito juga menambahkan, dalam posisi itu, Jokowi harus berani keluar dari kungkungan partai. "Karena, selama kebijakan dia (Jokowi) berpihak pada rakyat, dukungan rakyat juga semakin besar," ungkapnya.


Sujito mengatakan, pidato Megawati pada Kongres PDIP yang menyinggung soal `penumpang gelap' di pemerintahan merupakan ekspresi sindiran untuk Jokowi.
Menurutnya, selama ini memang selalu terjadi ketegangan antara Mega dan Jokowi yang berkaitan dengan kebijakan. "Tapi, sebaiknya tidak perlu terjadi sindiran seperti itu. Mega seharusnya bisa lebih memperbaiki hubungan dan komunikasi politik dengan Jokowi," tutur Sujito.


Di sisi lain, lanjut Sujito, hal seperti itu seharusnya tidak dipolitisasi dan dibawa ke Kongres PDIP. Sebelumnya, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati menyoroti mobilisasi kekuatan tim kampanye pada pemilu presiden tahun lalu yang sangat rentan ditumpangi kepentingan lain. Menurut Mega, kepentingan itu telah menjelma menjadi penumpang gelap di pemerintahan Joko Widodo. "(Akhirnya) pemimpin yang awalnya berwajah kerakyatan menjadi pemimpin yang haus kekuasaan," kata Megawati, di Denpasar, Kamis (9/4). 


Hal senada diungkapkan pengamat politik dari Komite Indonesia Pemilih Jeirry Sumampow. Jeirry mengatakan, Megawati seharusnya tidak menyindir Presiden Joko Widodo dalam forum Kongres PDIP. Mes - kipun, tambahnya, kritik itu wajar-wajar saja dilakukan ketika Jokowi mulai melenceng dari konstitusi.


"Sindiran, seperti petugas atau orang partai, itu seharusnya tidak dilakukan di forum terbuka. Hal itu menandakan mulai tidak ada komunikasi yang baik antara Mega dan Jokowi," ungkap Jeirry, Sabtu (11/4). 


Namun, langkah ketua umum PDIP tersebut didukung oleh dua partai koalisi, yakni Hanura dan Nasdem. Itu karena partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) merasakan adanya "penumpang gelap" di kabinet Jokowi.


Ketua DPP Hanura Dadang Rusdiana mengatakan, KIH akan meminta Jokowi untuk mengkaji ulang keberadaan orang- orang yang menghalangi hubungannya dengan KIH. Mereka disebut sebagai orang terdekat yang memberi pengaruh pada kebijakan Jokowi.


Menurut Dadang, kalau permintaan KIH di tolak, fraksi KIH di DPR sulit untuk mengawal dan membentengi kebijakan Jokowi. Saat ditanya apakah ancaman penolakan Jokowi itu adalah KIH tidak akan mengawal kebijakan Jokowi di parlemen, Dadang hanya menjawab singkat. "Ya seperti itulah," kata Dadang kepada Republika.


Wakil Ketua Fraksi Partai Nasdem Johnny G Plate menilai, salip-menyalip selama lima tahun masa pemerintahan adalah hal yang normal. Ia pun menilai pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tentang adanya penumpang gelap di pemerintahan Jokowi-JK merujuk pada lawan yang membahayakan. "Yang menikung itu kawan atau lawan? Pasti lawan. Yang nikung selalu lawan. Sesama bus kota dilarang saling mendahului, itu sudah jadi peraturan.
Tapi, mungkin ada yang menikung lewat jalur lain," kata Johnny dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (11/4).


Johnny menambahkan, partai pendukung atau partai koalisi juga menyampaikan peringatan yang sama seperti Megawati. Menurutnya, peringatan tersebut merupakan bentuk koreksi atau perhatian terhadap pelaksanaan pemerintahan Jokowi selama enam bulan pertama.


Dadang membantah bahwa ketidakharmonisan hubungan Jokowi dengan KIH ini membuat presiden merapat ke Koalisi Merah Putih (KMP). Pasalnya, bukan hanya KIH, semua fraksi di DPR RI juga menginginkan Jokowi pada jalur yang benar, yaitu memfungsikan lembaga-lembaga yang ada dan sah menurut undang-undang.
"Jadi, jangan lembaga-lembaga lain yang difungsikan," tegas Dadang. 


Sedangkan, pengamat politik dari Central Strategic International Studies (CSIS)
Phillips J Vermonte mengaku heran dengan sikap Koalisi Merah Putih (KMP) yang berbalik mendukung pemerintahan Jokowi- JK. Phillips mengibaratkan sikap tersebut seperti mencuri di garis finis.


"Biasanya, banyak yang nyolongstart, tapi ini nyolongfinis. KMP terlihat banyak mendukung Jokowi. Jokowi mendapatkan dukungan dari oposisi pasti ada sebabnya,"
kata Phillips, Sabtu (11/4). Phillips mengaku tidak percaya bahwa KMP dan KIH bisa solid selama lima tahun. 
agus raharjo/c23/C82, ed:firkah fansuri

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement