Rabu 01 Oct 2014 14:00 WIB

Jokowi Kaji Harga BBM Naik Rp 3.000

Red:

JAKARTA -- Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dikabarkan telah menyetujui kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 3.000 per liter. Penasihat Tim Transisi Luhut Pandjaitan menyebut, kenaikan harga akan diumumkan November mendatang, namun Jokowi menyatakan masih mengkajinya. "Baru dalam proses hitung-hitungan. Berapa kenaikannya. Belum, kapannya juga belum," kata Jokowi, di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (30/9).

Dalam acara peluncuran buku Outlook Energi Indonesia 2014, di Kantor BPPT, Jakarta, kemarin, Luhut mengatakan, sebagai kompensasi kenaikan harga BBM, pemerintah nantinya akan menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) untuk rakyat miskin. Saat dikonfirmasi kembali oleh Republika lewat sambungan telepon, Luhut membenarkan rencana kenaikan harga BBM sebesar Rp 3.000 per liter. "Tinggal tunggu mereka (pemerintah) umumkan nanti," kata Luhut.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Yasin Habibi/Republika

Presiden terpilih Joko Widodo, dan Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla memberikan keterangan kepada wartawan usai membubarkan Kelompok Kerja (Pokja) di Rumah Transisi, Jakarta Pusat, Ahad (28/9) malam.

Wakil presiden terpilih Jusuf Kalla (JK) menyatakan, belum memutuskan adanya kenaikan BBM sebesar Rp 3.000 per liter pada November 2014. Angka kenaikan itu, kata JK, baru sebatas wacana dari hasil kajian akademik yang dilakukan Tim Transisi belum lama ini. "Belum diputuskan, itu baru tahap wacana saja. Idealnya bagaimana, nantilah," kata JK, Selasa (30/9).

Bila benar besaran kenaikan mencapai Rp 3.000 per liter, maka pemerintahan Jokowi-JK tercatat sebagai pemerintahan yang menaikkan harga BBM tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Pada Maret 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres JK menaikkan harga BBM dari Rp 1.810 menjadi Rp 2.400 per liter. Masih pada tahun yang sama, SBY-JK menaikkan lagi harga BBM menjadi Rp 4.500 pada 1 Oktober. Kemudian pada 24 Mei 2008, BBM bersubsidi kembali dinaikkan menjadi Rp 6.000 per liter. Terakhir pada 22 Juni tahun lalu, harga BBM kembali naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500 per liter.

Kondisi rawan

Anggota Kelompok Kerja Tim Transisi bidang Ekonomi Arif Budimanta menambahkan, dalam APBN ada ketentuan umum mengenai subsidi dikaitkan dengan keuangan negara. Apalagi sekarang ini, negara dianggap dalam kondisi rawan sehingga perlu tindakan strategis untuk kesejahteraan rakyat. "Sepanjang proses dibangun dalam kerangka konstitusional dan untuk menyejahterakan rakyat saya rasa tidak ada alasan bagi parlemen untuk menolak," ujar dia.

Kenaikan harga BBM bersubsidi yang diwacanakan pemerintahan Jokowi-JK memiliki proses kajian risiko sehingga tak sembarangan memutuskan berapa besaran tarif baru tersebut. Kajian risiko tersebut, kata Arif, sudah diserahkan ke presiden dan wapres terpilih. "Proses peralihan melakukan mitigasi risiko terhadap pengalihan dan dampaknya terhadap inflasi dan penjagaan daya beli, dan melihat koridor konstitusionalitasnya," kata Arif, Selasa (30/9).

Beban masyarakat dinilai akan terlampau berat jika pemerintah mendatang berniat menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 3.000 per liter. Kenaikan disarankan secara bertahap mulai dari Rp 1.000 per liter. "Kalau dinaikkan Rp 1.000, beban masayarakat tidak terlalu besar. Tapi kalau Rp 3.000 memang inflasinya sama, tapi dampaknya berbeda. Industri harus diberi waktu untuk menyesuaikan diri dengan kenaikan," kata Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan.

Mamit menyebut kelompok petani, nelayan, dan buruh akan terkena dampak langsung kenaikan harga BBM. Penyebabnya, harga barang kebutuhan pokok akan langsung melonjak ketika harga BBM naik. Pemerintah pun dinilai perlu menakar kesiapan industri untuk menaikkan gaji karyawannya.

Namun, untuk mengurangi defisit anggaran, harga BBM memang disarankan naik. Kenaikan sebaiknya dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, yaitu pada bulan November. Selanjutnya pada Maret dan Juni 2015. "Kalau dalam tiga tahapan, masyarakat bisa lebih siap menerima kenaikan," katanya.

Menteri Keuangan Chatib Basri memastikan harga BBM tidak akan naik sampai tanggal 20 Oktober 2014. Namun jika dinaikkan, maka pemerintah punya dana Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sekitar Rp 5 triliun yang dialokasikan dalam APBNP 2014.

Dana BLSM itu bisa langsung digunakan untuk kompensasi kenaikan harga BBM. Presiden baru tidak perlu lagi persetujuan DPR untuk penggunaan dana ini.  "Lima triliun cukup untuk mengatasi dampak kenaikan BBM selama tiga bulan," kata Chatib. rep:halimatus sa'diyah/andi mohammad ikhbal ed: andri saubani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement