Jumat 08 Aug 2014 12:00 WIB
hikmah

Pertemanan Abadi

Red:

Oleh: A Ilyas Ismail -- Sebagai makhluk sosial, manusia tidak pernah lepas dari teman atau pertemanan, baik teman pada masa kecil dulu, teman pada waktu sekolah, ataupun teman dalam bisnis dan dalam perjuangan di jalan Allah SWT. Pertemanan adalah kecenderungan dasar manusia. Maka, sejatinya tak ada hidup tanpa pertemanan.

Dampak baik dan buruk pertemanan tak diragukan lagi, baik dilihat dari perspektif agama maupun dari ilmu pengetahuan. Dalam adagium Arab malah  ada ungkapan "Al-Nas `ala dini ash-habihim" (manusia mengikuti agama temannya). Jadi, yang penting bukan soal pertemanannya, tetapi dengan siapa seseorang berteman atau menjalin pertemanan.

Seperti dimaklumi, teman itu ada dua macam, yaitu teman baik dan teman buruk. Rasulullah SAW mengumpamakan teman baik seperti penjual minyak wangi. Ia suka mengoleskan minyak wangi ke baju kita atau kita membelinya, atau setidak-tidaknya, kita mengendus aroma wanginya. Sedangkan, teman yang buruk diumpamakan seperti tukang pandai besi. Kalau dekat-dekat, baju kita bisa terbakar atau paling tidak kita mengendus baunya yang tak enak. (HR Muslim dari Abu Musa).

Tak heran bila orang tua, para guru, dan orang-orang shaleh, selalu memberi nasihat agar kita jangan sampai keliru dalam memilih teman atau membangun koalisi pertemanan.  Sebab, akibatnya bisa sangat fatal, yaitu kerugian dan kegagalan, lahir dan batin, dunia dan akhirat.

Pengarang kitab al-Hikam, Ibn `Athaillah al-Sakandari, memberi nasihat soal pertemanan ini. Katanya, "Jangan pernah kamu berteman dengan orang yang sikap dan perkataannya tidak membimbingmu lebih dekat kepada Allah SWT."

Ada dua kriteira yang ditekankan al-Sakandari, yaitu Hal (sikap mental) dan Maqal (kata-kata/perilaku). Term Hal menunjuk pada kondisi jiwa yang berisi keimanan, ibadah, dan kepatuhan kepada Allah SWT. Dalam bahasa modern, Hal itu dinamai "kekuatan spiritual". Ia diam, tidak berkata-kata (shamitah), tetapi pengaruhnya sangat dahsyat, menginspirasi, menggugah, dan mendorong orang lain pada kemuliaan dan kemenangan.

Sementara, term Maqal menunjuk pada perilaku dan keluhuran budi pekerti. Maqal adalah kecerdasan moral. Ia mengajak orang lain kepada yang baik (al-amr bi al-ma`ruf) dan mencegahnya dari kejahatan (al-nahyu `an al-munkar) dengan cara-cara yang terhormat disertai sikap pantang kompromi dengan kebatilan.

Bagi al-Sakandari, hanya orang dengan dua kriteria di atas, layak dijadikan sebagai teman. Dialah teman abadi. Lain tidak! Lantas, siapa mereka? Mereka tak lain adalah orang-orang yang memperoleh petunjuk dan anugerah dari Allah. Mereka adalah orang-orang terbaik dan teladan dalam kemuliaan.

Seperti nasihat al-Sakandari, kita hanya boleh berteman dan membangun koalisi pertemanan hanya dengan kelompok ini. Pertemanan dengan mereka akan abadi sebagai koalisi permanen yang akan meraih kemuliaan dan kemenangan sampai kelak di surga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement