Jumat 25 Jul 2014 14:00 WIB

Berbesar Hati untuk Berbagi

Red:

Suatu hari Umar bin Khatab pernah menghadiahkan kepala kambing yang telah dimasak kepada tetangganya. Rupanya, tetangga yang dianggap layak oleh Umar untuk menerima sedekah itu ingat dan ingin mengamalkan surah Ali-Imran ayat 92, "Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan, hingga kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai. Dan apa saja yang kalian nafkahkan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya."

Maka, kepala kambing siap saji itu dihadiahkan kepada tetangganya yang lain. Menariknya, masakan nikmat itu akhirnya berpindah sampai rumah ketujuh. Tanpa diketahui oleh tetangga-tetangganya itu, rumah ketujuh ini menganggap Umarlah yang mungkin lebih layak menerima masakan ini tanpa tahu bahwa kepala kambing itu berasal dari dapur rumah Umar. Akhirnya, masakan kepala kambing itu kembali lagi kepada pemiliknya, Umar ibn al-Khatab (HR. Al-Baihaqi dalam kitab Syuabul Iman: 3/259 dari Abdullah ibn Umar).

Di lain waktu, ketika terjadi Perang Yarmuk, Ikrimah ibn Abu Jahal maju berperang seperti kesetanan. Melihat tindakan nekat itu, Khalid bin Walid, yang menjadi panglima pasukan saat itu segera mengejar, "Ikrimah, kamu jangan bodoh! Kembali! Kematianmu adalah kerugian besar bagi kaum Muslimin."

Namun, Ikrimah tidak memedulikan peringatan tersebut. "Biarkan saja, ya Khalid. Biarkan aku menebus dosa-dosaku yang telah lalu. Aku dulu memerangi Rasulullah di beberapa medan peperangan. Pantaskah setelah masuk Islam, aku lari dari tentara Romawi ini? Tidak, sekali lagi, Tidak!" Kemudian dia berteriak, "Siapakah yang berani mati bersamaku?"

Beberapa orang segera melompat ke samping Ikrimah, kemudian menerjang ke depan, menghalau pasukan lawan yang terus maju. Meski korban berjatuhan, tentara Muslim berhasil memukul mundur pasukan Romawi dengan kemenangan yang gemilang.

Pada akhir pertempuran, di bumi Yarmuk berjejer tiga mujahid Muslim yang terkapar dalam keadaan kritis kehausan: al-Harits bin Hisyam, Suhail ibn Amr (riwayat lain ada yang menyebut Ayyasy bin Abi Rabi'ah), dan Ikrimah bin Abu Jahal. Saat itu, al-Harits kehausan meminta air minum. Ketika air didekatkan ke mulutnya, ia melihat Ikrimah dalam keadaan yang sama. "Berikan dulu kepada Ikrimah," kata al-Harits.

Ketika air didekatkan ke mulut Ikrimah, ia melihat Suhail menengok kepadanya. "Berikan dulu kepada Suhail bin Amr!" ujarnya. Ketika air minum didekatkan ke mulut Suhail, dia telah meninggal. Orang yang memberikan air minum segera kembali ke hadapan Harits dan Ikrimah, namun keduanya pun telah dipanggil oleh Allah (ath-Thabaqat Ibn Saad).

Para sahabat Nabi seakan hendak mengatakan betapa seorang mukmin itu tidak mudah untuk menikmati sesuatu saat melihat saudaranya lebih membutuhkan. Ia tidak bersikap egois. Ia lebih senang memberi daripada meminta. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Ia merasa berkecukupan dengan nikmat Allah, lalu ia memberi kepada orang yang dianggap kurang menikmati daripada dirinya.

Kaya dan miskin sesungguhnya lebih terletak pada hati seseorang. Ketika seseorang merasa dirinya kaya dan cukup, maka ia akan terdorong untuk berbagi. Sebaliknya, jika seseorang merasa miskin, maka ia akan berat untuk memberi. Karenanya, orang memberi tidak harus menunggu kaya secara materi. Tidak sedikit orang yang tidak kaya, bahkan tergolong miskin, justru mudah berbagi. Sebaliknya, orang yang kaya kadangkala malah berat untuk berbagi dan menginfakkan sebagian hartanya di jalan Allah.

Pelajaran penting dari puasa Ramadhan adalah seseorang didorong untuk banyak memberi. Empati berbagi itu bisa ditumbuhkan dari rasa lapar dan dahaga yang dialami orang berpuasa. Terlebih lagi, di akhir Ramadhan, Islam mewajibkan kepada mereka yang mampu untuk mengeluarkan zakat fitrah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement