Senin 28 Nov 2016 18:00 WIB

Magnet Wayang Bagi Generasi Millennial

Red:

Ruang Auditorium Hall B Museum Nasional siang itu dipenuhi ratusan pelajar dari enam sekolah yang didatangkan dari Jakarta dan Serang. Mereka kasak-kusuk penasaran dengan interior ruangan yang serba gelap ditambah satu layar besar dihadapan dan satu layar kecil di kanan ruangan.

Belum lagi deretan gamelan dan perlengkapan wayang di sudut depan ruangan, semakin membuat mereka penasaran. "Kapan sih mulainya?" ujar salah satu siswa kepada temannya.

Tak berapa lama setelah lampu ruangan semakin diredupkan, aksi wayang yang mengangkat kisah Rama dan Shinta pun dimainkan. I Made Sidia, bertugas sebagai dalang dalam pertunjukan kali ini.

Di awal pertunjukan para siswa yang sejak tadi penasaran, dibuat terheran-heran dengan layar di hadapan mereka yang menampilkan para tokoh wayang berpadu dengan multimedia canggih. Iringan gamelan Bali menambah keseruan pertunjukan.

Belum lagi, I Made Sidia yang menyisipkan sejumlah kalimat berbahasa Inggris dalam dialog para wayangnya. Beberapa kali para penonton muda itu tergelak tawa mendengar kalimat bahasa Inggir keluar dari tokoh-tokoh seperti Rahwana hingga Dewi Shinta.

Dalang yang pernah menjadi pembicara di Kongres International Society for the Performing Arts di New York itu memang begitu mahir menjalankan "aksinya". Tak hanya menggunakan beberapa dialog berbahasa Inggris, para penonton remaja ini juga diajak hanyut dalam cerita Rama dan Shinta dengan beberapa latar modern.

Bayangkan saja, Rahwana sempat digambarkan membawa Shinta kabur ke New York. Belum lagi, istana Rahwana yang digambarkan bak istana di kerajaan Inggris. Tak pelak hal itu membuat para penonton muda ini tertawanya dan terpaku di tempat duduk mereka hingga usai pementasan.

Hal ini diakui Salmana Iffat. Siswi kelas XI MIPA 1 Sekolah Menengah Atas (SMA) 34 Jakarta ini mengatakan sangat tertarik menyaksikan aksi wayang yang ditampilkan Made Sidia tersebut. Pertunjukan wayang itu, menurutnya mematahkan stereotipenya soal wayang.

"Tadinya aku kira wayang itu kuno, karena cuma boneka-boneka yang digerak-gerakan saja. Tapi, ternyata wayang seru banget, latarnya keren, tokohnya menarik, ada unsur-unsur modern jadi bikin aku tertarik nonton wayang lagi," kata perempuan 15 tahun itu.

Bahasa Inggris-Indonesia

Hal senada juga dinyatakan Siswa SMK Strada Budi Luhur, Yonatan. Di awal pertunjukan ia sempat pesimistis menyaksikan pertunjukan wayang, karena sebelumnya ia pernah menonton wayang dan membosankan.

Namun, wayang yang kali ini disaksikannya, menurut Yonatan, sangat menarik karena menggunakan bahasa campuran Inggris-Indonesia sehingga membuat remaja seusianya tertarik. Selain itu, beberapa cerita juga dibuat sedikit modern sehingga tak membosankan penonton muda sepertinya.

"Tadinya sempat ngantuk, tapi ternyata acaranya asyik," kata pemuda yang mengekspresikan kecintaannya pada budaya Indonesia melalui gambar komik buatannya itu.

Gelaran bertajuk Wayang for Student ini digagas oleh Bank Central Asia (BCA) sebagai wujud tanggung jawab mereka untuk membantu mengenalkan budaya bangsa pada generasi muda. Direktur BCA TBK Suwignyo Budiman mengatakan, lewat acara ini BCA berharap generasi muda bisa mengenal dan melestarikan kesenian wayang.

Sebab, menurut dia, jika ditilik dari sejarah berkembangnya wayang, kesenian ini bukan sekadar pertunjukan. Suwignyo mengatakan wayang juga merupakan media komunikasi yang sangat efektif. "Di masa lalu, bahkan wayang ini dipakai untuk menyebarkan agama, seperti agama Islam," kata Suwignyo.

Dulu menurut Suwignyo, wayang menyatu dengan kehidupan masyarakat. Pertunjukan wayang dapat dengan mudah ditemui dan disaksikan. Jauh berbeda dengan saat ini, pertunjukan wayang semakin meredup dan langka, apalagi dikalangan generasi muda.

Langkanya keberadaan kesenian wayang juga diakui Wysnu Ageng Nurjiwangga. Siswa SMA Negeri 3 Kota Serang itu mengatakan, saat ini sangat sulit menemukan pertunjukan wayang secara langsung. Paling-paling, menurut dia, wayang bisa ditonton melalui televisi.

Padahal kata pemuda 17 tahun itu, menonton kesenian wayang secara langsung lebih menyenangkan. Apalagi wayang menurutnya merupakan warisan budaya yang perlu dilestarikan sehingga pertunjukan wayang dengan kemasan modern sebaiknya semakin banyak dihadirkan.

Ini diamini oleh Bintang Adillia Putri. Siswi SMA Santo Antonius itu mengatakan, alangkah baiknya pertunjukan wayang lebih banyak digelar dan mudah diakses remaja sepertinya. Sebab, kata Bintang, saat ini anak muda lebih mudah menemui bioskop atau datang ke konser. Sementara, untuk pertunjukan wayang yang modern dan menarik masih sangat sedikit.

"Harusnya lebih banyak lagi pertunjukan wayang yang dikemas sesuai perkembangan zaman, misalnya pakai unsur bahasa yang 'gaul' supaya anak-anak muda tertarik. Aksesnya juga harus lebih banyak," kata siswi kelas XII itu.

Tak hanya digelar di Museum Nasional, Wayang for Student juga menyambangi sejumlah sekolah di Jakarta, Semarang hingga Bali. Kehadiran Wayang for Student ini diharapkan bisa mendorong generasi muda untuk lebih mengenal, mencintai, dan tergerak untuk melestarikan budaya bangsa.      rep: Gita Amanda, ed: Ichsan Emrald Alamsyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement