Jumat 01 Apr 2016 17:00 WIB

Hifzane Bob, Mimpi Setinggi Quentine Tarantino

Red:

Ketika itu, Hifzane Bob sedang menikmati hari-hari tenangnya. Cuti kuliah dan berada di kampung halamannya di Pagaralam, Sumatra Selatan. Tiba-tiba teleponnya berdering. Informasi yang didengarnya langsung membuatnya girang. ''Ada casting film yang cari pemeran utama seorang drummer," ucap pria kelahiran Pagaralam, 16 Juli 1990, itu.

Mahasiswa jurusan Penyutradaraan Film Institut Kesenian Jakarta (IKJ) itu tak mau melewatkan kesempatan. Ia segera terbang ke Jakarta untuk ikut casting. Bagi dia, ada rasa ingin tahu yang menyeruak tatkala Bob, sapaan akrabnya, mendapat informasi adanya casting film Jingga itu. Cowok yang jago main drum ini mengaku kepo terhadap skenario film yang menceritakan dinamika kehidupan remaja difabel netra.

Setelah menjalani beberapa tahapan proses dan dinyatakan lolos, Bob semakin memahami bahwa cerita dalam film Jingga memiliki kedalaman makna tersendiri. Ia menyebutkan, ada dimensi cinta, keluarga, persahabatan, hingga kesehatan di sana.

Sebagai santri yang pernah menuntut ilmu di Pondok Modern Gontor, Bob memang bertekad untuk selalu berdakwah lewat cara apa pun. Maka, ketika peran sebagai difabel netra bernama Surya Jingga dalam film tersebut di tangannya, kesempatan itu tak disia-siakan.

Selain itu, Bob juga semakin tahu dan rekat dengan dunia difabel netra. Bersama tiga tokoh utama lain, yaitu Qausar Harta Yudana, Hany Valery, dan Aufa Dien Assegaf, Bob mengobservasi lebih dalam mengenai kehidupan tunanetra di sejumlah kegiatan dan SLB.

Meski Jingga adalah debut utamanya, Bob tak asing dengan dunia film karena terkait dengan ilmu yang menjadi pilihannya saat ini. Hanya, Bob sebelumnya tak pernah menyangka akan bermain sebagai aktor. "Bersyukur banget dikasih kesempatan main film, jadi tahu bagaimana rasanya," kata Bob yang juga telah memproduksi banyak film pendek itu.

Ia berkata, film merupakan cabang kesenian yang mengandung kolaborasi banyak unsur, mulai dari seni rupa hingga seni pertunjukan. Film dianggap Bob sebagai media yang efektif untuk menyampaikan hal baik.

Selain menggeluti film, Bob juga memiliki banyak karya musik. Tidak hanya bisa memainkan hampir semua alat musik, Bob juga membentuk grup musik Galerie sejak 2009.

Lewat karya musik, Bob dan rekannya, Ferdinand Jacob, menyuarakan banyak ide dan memainkan banyak jenis musik. Tidak hanya genre britpop, tetapi juga musik Amerika, Rusia, progresif, hingga metal.

Menurutnya, baik musik maupun film, adalah ladang amal agar bisa menjadi sosok bermanfaat bagi orang lain. Keduanya bisa mendorong Bob untuk terus belajar dan berkarya. Rupanya, ada satu cerita unik yang memotivasi Bob menggeluti dunia film. Saat ia masih menjalani pendidikan sebagai santri, sineas Deddy Mizwar pernah datang ke pesantren tempat Bob belajar.

Kala itu, Deddy berkata bahwa saat ini semakin banyak sineas yang memproduksi film religi. Sayangnya, religi tak bisa diriset, tetapi harus diamalkan.

Karena itu, Deddy memotivasi agar para santri yang belajar membuat dan menghadirkan karya film bermutu. Nasihat sekian tahun lalu itu mengendap dan mendorong Bob memilih jurusan film.

Apalagi, kata Bob, sutradara adalah sosok sentral yang harus menguasai semua departemen yang terlibat dalam film. Sutradara juga dituntut mengetahui pencahayaan, artistik, penulisan skenario, tata musik, hingga pengadeganan.

Maka, dia pun punya mimpi besar untuk dunia film yang digelutinya. Mimpi untuk menjadi sosok hebat sekaliber Quentine Tarantino yang merupakan seorang sutradara, aktor, dan penulis skenario pemenang Oscar. "Bolehlah ya saya bermimpi setinggi itu. Walaupun bagaimana nantinya Allah mengijabah, yang penting berkarya. Karena, kalau enggak berkarya, rasanya enggak hidup," ujar Bob.   c34, ed: Endah Hapsari

***

Becermin dan Tercerahkan

"Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera juga bekerja. ''Kalimat penuh makna dari ulama, penulis, dan aktivis politik tersohor Indonesia, Buya Hamka itulah yang memotivasi Hifzane Bob untuk mengabdikan dirinya agar bermanfaat bagi banyak orang.

Pria yang akrab disapa Bob itu menambahkan motivatornya yang lain, yaitu sang ayah. Menurut dia, sang ayah sering mengingatkan bahwa Tuhan menciptakan manusia secara anatomi berbeda dengan banyak binatang berkaki empat yang kepala dan perutnya sejajar. Manusia diciptakan dengan anatomi kepala lebih tinggi dari perut dan di antara itu ada hati.

Dan, perannya dalam film Jingga yang banyak menyelami dunia difabel netra adalah jalannya untuk becermin serta tak kufur nikmat dan takabur. "Saya dapat satu pencerahan bahwa teman difabel netra itu matanya buta, tapi hatinya enggak sedangkan kita yang matanya awas, bisa jadi hatinya yang buta," ujar Bob.   c34, ed: Endah Hapsari

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement