Rabu 20 Jan 2016 16:00 WIB

Penurunan Butuh Waktu

Red:

JAKARTA -- Bank-bank yang berada di bawah naungan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menilai, penurunan suku bunga acuan (BI Rate) oleh Bank Indonesia (BI) menjadi sinyal bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga deposito. Sekretaris Perusahaan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Rohan Hafas menjelaskan, penurunan tersebut memiliki jeda waktu.

"Dalam waktu beberapa bulan ke depan, ya akan turun semua. Deposito, suku bunga pinjaman, dan dana pihak ketiga. Deposito biasanya bisa satu bulan, tiga bulan, atau enam bulan," ujarnya kepada Republika di Jakarta, Selasa (19/1). Menurut Rohan, saat ini Bank Mandiri masih mengalami pengetatan likuiditas meski tidak seketat pengujung tahun silam.

Perseroanakan melihat kecukupan likuiditas untuk menurunkan suku bunga deposito. Jika suku bunga deposito sudah turun, bank akan lebih mudah menurunkan suku bunga kredit.  "Penurunannya kapan, sesuai jatuh tempo deposito. Nanti koreksinya terjadi di market supply demand. Kalau memang likuiditas seperti sekarang terus akan terjadi penurunan suku bunga," kata Rohan.

Sekretaris Perusahaan BRI Hari Siaga mengatakan, BRI telah mempersiapkan diri selepas BI Rate diturunkan. Ke depan, BRI harus semakin efisien, khususnya menekan biaya dana.  Penekanan biaya dana dilakukan dengan terus meningkatkan komposisi dana murah. "Selain itu, tentunya juga biaya operasional," kata Hari. Dengan demikian, diharapkan suku bunga deposito maupun suku bunga lainnya di BRI akan lebih kompetitif di pasar.

Ekonom Bank BNI Ryan Kiryanto mengatakan, penurunan suku bunga deposito pada masing-masing bank akan terjadi pada waktu yang berbeda dan bergantung pada kondisi likuiditas.  "Secara umum, bank-bank tentu akan menyesuaikan suku bunga simpanan dan bunga kreditnya setelah BI turunkan BI Rate," ujarnya.

Ryan menjelaskan, besaran penurunan suku bunga oleh bank-bank tentunya akan berbeda.  Selain itu, pilihan waktu untuk menurunkan bunga bergantung kepada beberapa hal, antara lain, kondisi likuiditas, komposisi DPK-nya, dan target NIM-nya. "Besaran penurunan bunga berkisar 25-50 bps saja," katanya.

Kekakuan suku bunga

Ekonom Indef Eko Listiyanto mengatakan, dampak dari penurunan BI Rate terhadap suku bunga deposito dan suku bunga lainnya baru akan dirasakan sekitar satu hingga dua bulan ke depan.  "Tidak akan langsung karena ada fenomena rigiditas suku bunga atau kekakuan suku bunga," katanya kepada Republika.

Eko menjelaskan, penurunan tersebut baru akan diikuti setelah adanya waktu tunggu untuk suku bunga kredit menyesuaikan dengan penurunan BI Rate melalui suku bunga simpanan, terutama deposito. Mekanismenya, bank akan menurunkan suku bunga simpanan terlebih dahulu, terutama deposito. 

Kemudian, bisa memberikan kredit dengan bunga yang lebih murah. Berdasarkan hasil riset yang telah dilakukannya proses ini memakan waktu satu hingga tiga bulan. Menurut Eko, ada kelompok bank tertentu yang lebih cepat merespons, begitu pula ada kelompok yang sebaliknya.

Kelompok bank yang lebih cepat merespons penurunan kredit adalah bank BUMN. Karena, di bawah Kementerian BUMN ada istilah target politik. Sehingga, upaya untuk mendorong perekonomian itu pasti lebih ditekankan oleh pemerintah melalui Kementerian BUMN. "Cuma itu ya tidak langsung hari ini atau minggu depan. Tapi, mungkin akan mengevaluasi dulu. Satu bulan kemudian, mungkin sekitar awal Februari, suku bunga kredit bisa turun," ujarnya. 

Ekonom senior LPEM Universitas Indonesia Febrio Kacaribu mengatakan, tingkat suku bunga di Indonesia relatif tinggi karena ekspektasi inflasi masih tinggi, sekitar enam sampai tujuh persen per tahun. Ini pun setelah harga minyak mentah dan harga komoditas yang trennya sudah turun dalam dua sampai tiga tahun terakhir.

"Tingginya ekpektasi inflasi menyebabkan tingginya tingkat suku bunga nominal," katanya.  Dengan tingkat suku bunga pinjaman sekitar 12 persen per tahun untuk working capital loan, misalnya, tingkat suku bunga riilnya sekitar lima sampai enam persen saja. Untuk UMKM, penyebab tingkat suku bunga yang tinggi adalah default risk yang tinggi. Oleh karena itu, Bank harus menambahkan default risk premium ke tingkat suku bunga komersial. "Jatuhnya ya sekitar 16-22 persen, tergantung kemampuan bank masing-masing dalam mitigasi risk. BRI, dengan pengalaman yang panjang, terbukti mampu memberi bunga yang lebih rendah.  Tapi, itu pun tidak akan sampai di bawah 10 persen," ujarnya.

 c37, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement