Jumat 09 Jan 2015 17:00 WIB

Peringkat Utang Swasta Diatur

Red:

JAKARTA — Bank Indonesia (BI) memperketat regulasi terkait utang luar negeri swasta nonbank. Mulai 2016, semua korporasi nonbank yang mengambil pinjaman utang luar negeri (ULN) wajib memiliki peringkat utang minimal BB- dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh BI.

Kepala Departemen Statistik BI Hendy Sulistiowati mengatakan, pengaturan ULN semakin ketat lantaran selama ini banyak perusahaan yang belum mengelola utangnya dengan baik. Karena itu, BI kini mengatur prinsip kehati-hatian dengan mewajibkan korporasi melaporkan laporan keuangan dan informasi pemenuhan peringkat utang.

Kreditur asing dinilai cukup memperhatikan peringkat utang. Sehingga, ke depan utang ditarget hanya diberikan kepada perusahaan yang layak dari sisi pengelolaan risiko. Sebelumnya, BI hanya mewajibkan korporasi untuk melaporkan lalu lintas devisa (LLD) saja sebagai syarat mengambil utang luar negeri.

"Korporasi harus mulai belajar untuk lebih berhati-hati supaya memperbaiki kinerja agar dapat kredit rating BB-," ujar Hendy di Jakarta, Kamis (8/1).

Aturan tersebut tidak berlaku surut. Sehingga, ULN yang ditandatangani sebelum 2016, tidak diwajibkan menggunakan peringkat utang.

Hendy menilai bahwa selama ini ULN korporasi belum memiliki manajemen risiko yang baik. Berdasarkan data yang dimiliki BI, dari 2.600 pelapor ULN, masih sedikit yang melakukan lindung nilai atau hedging terhadap utang mereka. Sebanyak 200 perusahaan dengan jumlah ULN terbesar juga belum semua melakukan hedging.

Padahal, jumlah ULN dari 200 perusahaan tu mencakup 70 persen dari keseluruhan ULN korporasi. Sebelumnya, BI melakukan survei dari korporasi yang memiliki ULN. Survei juga mencakup apakah perusahaan cukup baik dalam mengelola ULN.

"Dari survei, utang yang memiliki hedging tidak sampai 30 persen. Dari yang di-hedging ini juga belum termasuk bunga atau risiko nilai tukar. Ini cukup mengkhawatirkan," katanya.

Pengamat Ekonomi Iman Sugema mengatakan, adanya kewajiban informasi peringkat utang mulai 2016 mendatang hanya membuat perusahaan yang dikelola dengan baiklah yang bisa melakukan pinjaman luar negeri.

"Yang terjadi selama ini memang tren rating lebih kepada apakah bank di luar negeri percaya pada korporasi di Indonesia atau tidak," ujarnya.

Menurut Iman, kewajiban peringkat utang tersebut tidak akan begitu berpengaruh jika selama ini korporasi yang berutang telah memiliki peringkat yang bagus. Namun, kebijakan tersebut dinilai bisa menyaring korporasi yang berutang ke luar negeri lantaran tidak mendapat pinjaman domestik. Sehingga, ULN hanya dapat dimiliki perusahaan dengan tata kelola baik.

"Tidak mungkin juga perusahaan di luar negeri asal-asalan memberikan kredit," katanya. rep: dwi murdaningsih ed: nur aini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement