Jumat 24 Jun 2016 15:00 WIB

Restrukturisasi Perbankan Jadi Kunci

Red:

JAKARTA -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berperan penting dalam melakukan restrukturisasi pada bank berdampak sistemik. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). "Sesuai UU PPKSK, LPS dipercaya melakukan restrukturisasi perbankan jika ada sesuatu yang berbahaya bagi perekonomian nasional," kata Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan di Jakarta, Kamis (23/6).

Fauzi menjelaskan, LPS juga akan melaksanakan program restukturasi perbankan (PRP) ketika terjadi krisis sistem keuangan. Dana PRP diperoleh dari pemegang saham bank atau pihak lain, hasil pengelolaan aset dan kewajiban, serta pinjaman yang diperoleh LPS.

"Dengan adanya UU PPKSK, sumber pendanaan untuk resolusi bank sudah ditutup. Dua institusi yang harus memastikan krisis ditahan adalah OJK (Otoritas Jasa Keuangan),dan yang memastikan krisis diselesaikan adalah LPS," ujar Fauzi.

Selain itu, LPS bertanggung jawab atas pengelolaan dan penatausahaan aset dan kewajiban yang diperoleh dari PRP. Menurut Fauzi, pada intinya bank yang bermasalah harus disehatkan terlebih dahulu melalui rencana aksi dan konversi dari utang menjadi ekuitas.

"Jika tidak cukup, bank tersebut akan dilimpahkan ke LPS. Memang pada awalnya dana LPS adalah dari APBN, tapi selanjutnya dari premi perbankan," katanya.

Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan II OJK Boedi Armanto menambahkan, saat ini kesehatan bank dalam kondisi yang baik. "Kondisinya baik, bagus. Kita menghitung kebutuhan modal secara penuh. Jadi, kan di situ ada tambahan capital subcharge, itu cukup memenuhi. Saat ini, bank kita cukup baik," katanya.

Menurut Boedi, setiap bank sebelumnya telah mengirimkan rencana aksi bank pada saat membuat rencana bisnis bank (RBB).

Setelah POJK terkait PPKSK dibentuk, untuk bank sistemik diharuskan melaporkan revisi rencana aksi bank. "Action plan itu kan setiap bank sudah mengirimkan pada saat dia membuat RBB. Pasti kan akan kita buat aturan yang lebih khusus lagi untuk itu," katanya. Oleh karena itu, OJK sedang membahas 13 peraturan turunan terkait UU PPKSK.

Peraturan tersebut nantinya akan diterbitkan dalam bentuk Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK). Boedi menjelaskan, rencananya terdapat enam aturan baru dan tujuh revisi aturan dalam POJK. "Masih kita bahas. Mudah-mudahan tahun ini paling cepat, atau tahun depan," ujarnya.

Boedi menjelaskan, POJK tersebut akan mengatur mengenai, antara lain, jumlah bank sistemik, fit and proper test untuk bridge bank atau bank perantara, serta izin untuk bridge bank tersebut. Bridge bank merujuk pada konsep penanganan dengan mengalihkan seluruh aset dan kewajiban bank yang gagal pada bank baru yang didirikan LPS. "Kemudian, membantu BI kalau ada permintaan RPJP. Itu kan harus clear," katanya.

Selain itu, menurut Boedi, daftar bank yang memiliki dampak sistemik atau systemically important bank (SIB) akan dikeluarkan pada Juli 2016. Penetapan SIB akan dilakukan dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Sedangkan, ketentuan bank yang masuk SIB sudah diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 46/POJK.03/2015 tentang Penetapan Systemically Important Bank dan Capital Surcharge.

Nantinya bagi bank yang masuk dalam daftar SIB, bank tersebut diwajibkan memenuhi ketentuan rasio kecukupan modal dan likuiditas. "Kalau dia semakin masuk dalam daftar yang sangat berpengaruh, kewajiban bank untuk menambah modal juga semakin besar," ujarnya. Selain itu, bank sistemik juga wajib melaporkan segala bentuk revisi rencana aksi untuk disetujui oleh OJK.

Terus sosialisasi

Untuk memaparkan mengenai skema baru melalui UU PPKSK, Kementerian Keuangan bersama lembaga yang masuk dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus melakukan sosialisasi. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan, pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada pihak pemerintah.

Sebab, pemerintah merupakan aparat penegak hukum yang memiliki kewenangan dalam mengambil kebijakan. "Tapi, lebih dikhawatirkan saat ada kebijakan yang harus diambil, tapi tidak dilakukan," ujar Suahasil. Menurut Suahasil, pelaksanaan sosialisasi yang dilakukan tim KKSK sebenarnya bukan yang pertama bagi pelaku industri karena kegiatan ini telah empat kali dilakukan.

"Kita akan lakukan sosialisasi dalam berbagai kesempatan agar semua pihak tahu bahwa pemerintah saat ini sudah mempunyai protokol dalam menghadapi krisis keuangan," kata Suahasil. Selain perwakilan dari Kementerian Keuangan, sosialisasi ini juga mendatangkan perwakilan dari LPS, BI, serta OJK.   rep: Idealisa Masyrafina, Debbie Sutrisno, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement