Kamis 27 Oct 2016 14:00 WIB

Penghapusan UN Bertahap Didukung

Red:

JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mewacanakan penghapusan ujian nasional (UN) secara bertahap. Salah satunya dengan penyelenggaraan UN tidak setiap tahun.

Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina, Andreas Tambah, mendukung rencana pemerintah tersebut. "Wacana menghapuskan unas atau tidak (dilaksanakan) tiap tahun, itu ide bagus," kata dia saat dihubungi Republika, Rabu (26/10).

Ia beralasan, apabila UN digunakan sebagai penentu kelulusan, untuk apa diselenggarakan setiap tahun. Selain itu, ia melanjutkan, anggaran untuk pelaksanaan UN juga cukup besar. Kemudian, UN membuat sistem pembelajaran menjadi monoton. "Hanya kemampuan kognitif, apalagi dengan sistem riil soal," ujar dia.

Andreas mengusulkan, untuk seleksi ke jenjang yang lebih tinggi bagi anak yang sudah pasti memilih sekolah swasta, tidak perlu mengikuti UN. Ia menjelaskan, pengganti UN yang hasilnya digunakan untuk masuk ke jenjang lebih tinggi, dapat menggunakan tes khusus per wilayah oleh pihak independen.

"Kalau untuk masuk ke jenjang selanjutnya, sebaiknya tidak menggunakan nilai rapor karena KKM-nya berbeda. Maka, yang paling tepat dengan selesksi berdasarkan zonasi/rayon," tutur Andreas.

Selain penyelenggaraan UN tidak tiap tahun, Kemendikbud juga mewacanakan penghapusan pelaksanaan ujian nasional pada 30 persen sekolah yang memiliki nilai akademik di atas rata-rata standar nasional.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menilai, sekolah yang memiliki nilai akademik di atas rata-rata nasional justru tak perlu mengikuti ujian nasional. Penghapusan pelaksanaan jian nasional dilakukan untuk memberikan apresiasi kepada sekolah-sekolah tersebut.

"Persoalannya adalah sudah ada 30 persen sekolah yang dari segi integritas maupun skor akademik kan sudah di atas rata-rata nasional. Lah, kalau sudah begitu, apakah dia harus ikut ujian nasional lagi? Ikut dipetakan lagi? Itu kan nggak perlu. Seharusnya, dia diberi penghargaan. Tentu, dia bisa melampaui standar nasional itu," kata Muhadjir, Selasa (25/10).

Ia mengatakan, modifikasi pelaksanaan ujian nasional merupakan salah satu langkah evaluasi kebijakan. Sebab, menurut dia, fungsi ujian nasional yakni sebagai pemetaan nilai akademik sekolah di seluruh Indonesia. Dengan begitu, dapat diketahui sekolah mana saja yang telah melampaui nilai standar nasional.

"Nantinya kemudian kita harus ada treatment, penanganan terhadap sekolah yang belum melampaui standar itu. Nanti setelah itu ditangani dalam waktu yang cukup, kita uji lagi, kita tes lagi. Sudah tercapai belum. Kalau sudah tercapai, berapa yang sudah tercapai. Kalau belum, berapa yang belum. Nanti kita treatment lagi," kata dia menjelaskan.

Langkah-langkah perbaikan terhadap sekolah yang belum dapat melampaui nilai standar tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas para gurunya. Selain itu, peningkatan kualitas laboratorium yang dinilai kurang memadai juga dapat diperbaiki dengan melakukan pembenahan-pembenahan.

"Jadi, kita betul-betul fokus dari masalah. Tapi, kalau kita hanya melihat secara nasional, kita kan nggak bisa tahu di mana letak masalah yang standarnya masih lemah di mana, di kota mana, kita tidak bisa tahu," ujarnya.

Lebih lanjut, penghapusan ujian nasional pada 30 persen sekolah tersebut juga dilakukan untuk menghemat anggaran pemerintah. Anggaran itu nantinya akan digunakan untuk perbaikan kualitas di sekolah lain yang nilai akademiknya belum dapat melampaui nilai standar nasional. Kendati demikian, pemberlakuan wacana ini masih perlu dikonsultasikan dengan berbagai pihak.

"Hanya yang kita anggap sudah melampaui standar minimum itu mestinya sudah tidak perlu diuji lagi. Dengan begitu, kita bisa menghemat biaya, dan biaya itu bisa kita gunakan untuk treatment itu," kata Muhadjir.

Kemendikbud juga akan menjadikan ujian akhir sekolah (UAS) sebagai pengganti UN. Muhadjir menjelaskan, dulu ada kekhawatiran jika UAS menjadi pengganti UN ada potensi markup nilai. Saat ini, pemerintah ingin menguji integritas sekolah dengan penyelenggaraan UAS.

"UAS biasa saja, yang selama ini sudah dilakukan sebelum ada unas. Nanti tinggal buat standardisasi yang harus dilakukan sekolah dan pengawasan jangan sampai ada markup nilai," kata Muhadjir. "Dengan UAS itu, kita ingin kendalikan fungsi atau hak guru yang dijamin oleh UU, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran," ujarnya.      rep: Umi Nur Fadilah, Dessy Suciati Saputri, ed: Hafidz Muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement