Rabu 10 Feb 2016 14:00 WIB

AFS dan Generasi Cerdas Budaya

Red:

Program beasiswa untuk mendapat pengalaman pendidikan ke luar negeri memang banyak tersedia. Namun, sangat jarang program beasiswa yang juga menyajikan pertukaran budaya. American Fields Service (AFS) menjadi salah satu program pemahaman antarbudaya melalui pertukaran pelajar selama setahun di 32 negara.

Program ini sudah berjalan di Indonesia sejak 1956 atau lebih tepatnya telah berlangsung selama 60 tahun. Pada 31 tahun terakhir, program ini diselenggarakan oleh Yayasan Bina Antarbudaya. Pendiri dan Ketua Dewan Yayasan Bina Antarbudaya Taufik Ismail menerangkan, bangsa yang maju itu bangsa yang memiliki kecerdasan budaya yang dibangun melalui pendidikan dan pengalaman antarbudaya di kalangan generasi muda. "Generasi yang jelas merupakan harapan bangsa," kata Taufik, di Jakarta, Selasa (9/2).

Ketua Dewan Pengurus Yayasan Bina Antarbudaya Asmir Agoes menambahkan, saat ini masyarakat dunia tengah bertranformasi menjadi masyarakat global. Dengan semakin terintegrasinya dunia, masyarakat Indonesia pun dituntut dapat bergerak cepat dan tepat beradaptasi. Hal itu bisa dilakukan dengan beradaptasi terhadap keragaman latar belakang budaya atau kecerdasan budaya.

Atas kondisi tersebut, kata Asmir, pemuda pun dianggap sebagai agen perubahan masa kini yang akan terlibat langsung dalam pembangunan. Oleh karena itu, peningkataan mutu dan kualitas harus segera dilakukan dan salah satu caranya dengan pertukaran pelajar lewat program AFS ini. Tujuannya untuk mewujudkan generasi yang cerdas budaya.

Di samping belajar di sekolah selama setahun di luar negeri, para peserta juga ditempatkan di salah satu keluarga yang telah bersedia menjadi host family. Melalui penempatan ini, para peserta akan mencoba mempelajari dan memahami budaya mereka yang jelas berbeda.

Namun sebelumnya, mereka juga sudah diajarkan untuk bisa membedakan mana yang boleh dicontoh atau tidak. "Diharapkan para peserta bisa menjadi pemain perdamaian dunia. Dengan demikian tidak ada lagi peperangan maupun tindakan intoleransi kembali di dunia termasuk Indonesia."

Direktur Eksekutif Yayasan Bina Antarbudaya Nina Nasution menerangkan, program ini sebenarnya hanya diperuntukkan bagi para pelajar SMA kelas X. Para calon peserta pertukaran harus terlebih dahulu mendaftarkan diri secara daring di laman bina-antarbudaya.or.id. "Pembukaan pendaftarannya sendiri akan dibuka pada Maret nanti dan akan tertera jelas persyaratan dan waktu ujiannya yang ditentukan," ujar Nina.

Nina mengatakan, para pelajar SMA memang melakukan pendaftaran pada saat duduk di bangku kelas X. Namun, kegiatan pertukarannya baru terlaksana saat mereka berada di kelas XI dan selesai saat di kelas XII. Masa pertukaran pelajar ke sejumlah negara dari Indonesia berlangsung selama satu tahun.

Menurut Nina, persyaratan mendaftar program ini tidak terlalu sulit. Siswa tersebut minimal bisa berbicara bahasa Inggris dan memiliki nilai di atas rata-rata. Hal yang terpenting adalah mereka memiliki wawasan luas dan kemampuan khusus seperti menari tarian tradisional dan sebagainya.

Ujian seleksi yang akan dihadapi para calon peserta terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama adalah ujian tertulis seperti menulis esai dan mengerjakan sejumlah soal. Jika lolos tahap ini, para calon peserta akan menghadapi tahap wawancara, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Selanjutnya adalah tahap kelompok yang di dalamnya terdapat kegiatan tertentu.

AFS sendiri sudah berusia 100 tahun lebih secara global. Namun, AFS di Indonesia baru berusia  60 tahun semenjak 1956. Ratusan pelajar dari 100 negara termasuk Indonesia telah mendapat pengalaman berharga ini. Di Indonesia, AFS sudah melahirkan generasi-generasi cerdas berbudaya, seperti Anies Baswedan, Najwa Shihab, Arief Rachman, Taufik Ismail, dan Mario Teguh. Oleh Wilda Fizriyani  ed: Andri Saubani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement