Jumat 06 Mar 2015 19:37 WIB

Menyalakan Api Tauhid

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, Habiburrahman El Shirazy—yang akrab dipanggil Kang Abik—merupakan novelis yang selalu mampu menghidangkan ghirah keislaman yang kuat dalam balutan romantisme yang pekat. Pembaca dibuat jatuh cinta oleh perjuangan tokoh-tokohnya dan tanpa disadarinya pesan-pesan pencerahan menyusup jauh ke dalam relung hatinya.

Perpaduan ghirah dan romantisme itu sangat kita rasakan manakala membaca novel-novelnya, mulai dari Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih 1, Ketika Cinta Bertasbih 2, Dalam Mihrab Cinta, Bumi Cinta, hingga Cinta Suci Zahrana. Hal yang sama akan kita dapatkan pada karya terbarunya yang berjudul Api Cinta, sebuah karya yang oleh penulisnya disebut sebagai “novel sejarah pembangun jiwa”.

Ini adalah novel roman dan sejarah. Novel roman yang bercerita seputar perjuangan anak muda asal Lumajang, Jawa Timur, yang bernama Fahmi. Ia dan beberapa rekannya, seperti Ali, Hamza, dan Subki menuntut ilmu di Universitas Islam Madinah.

Dalam perjalanannya, Fahmi harus menghadapi situasi yang cukup pelik dalam urusan rumah tangga. Fahmi pun galau. Semua persoalan yang dialaminya itu tak pernah ia ungkapkan kepada teman-temannya.

Kegalauannya itu ia tumpahkan dengan cara beriktikaf di Masjid Nabawi, Madinah, selama 40 hari untuk mengkhatamkan hafalan Alquran sebanyak 40 kali. Sayangnya, upayanya itu hanya mampu dijalaninya selama 12 hari. Memasuki hari-hari berikutnya, Fahmi pingsan. Ia tak sadarkan diri hingga harus dibawa ke rumah sakit.

Sahabat-sahabatnya khawatir dengan kondisinya yang pemurung dan tidak seceria dulu. Hamza, temannya yang berasal dari Turki, mengajak Fahmi untuk berlibur ke Turki. Hamza berharap Fahmi bisa melupakan masa-masa galaunya selama tinggal di Turki nanti.

Untuk itulah, Hamza mengajak Fahmi menelusuri jejak perjuangan Said Nursi, seorang ulama besar asal Desa Nurs. Ulama terkemuka ini dikenal memiliki reputasi yang mengagumkan.

Syaikh Said Nursi sudah mampu menghafal 80 kitab karya ulama klasik pada saat usianya baru menginjak 15 tahun. Tak hanya itu, Said Nursi hanya membutuhkan waktu dua hari untuk menghafal Alquran. Sungguh mengagumkan. Karena kemampuannya itu, sang guru, Muhammed Emin Efendi, memberinya julukan “Badiuzzaman” (Keajaiban Zaman).

Setelah membaca Api Tauhid sejak baris pertama hingga baris terakhir, harus diakui kepiawaian Habiburraman El Shirzay dalam menyalakan api tauhid dengan cinta. Tidak berlebihan jika Irfan Hidayatullah, dosen sastra Unpad, menuturkan, “Karya-karya Kang Abik bukan sekadar romansa Islami, melainkan karya ideologis yang mengkritisi zaman dan menawarkan jalan keluarnya. Tidak hanya lapis pertama (romansa Islami), tetapi novel Api Tauhid ini lebih membawa Anda memasuki lapis kedua (ideologi post-modernisme).

Bagaimana dengan Fahmi? Perjalanan ke Turki membawa Fahmi berkenalan dengan gadis setempat, Emel, adik Hamza, dan Aysel, saudara sepupu Hamza. Kemampuan Fahmi dalam menyikapi segala sesuatu membuat Aysel jatuh hati. Aysel menyatakan cintanya pada Fahmi.

Bagaimana dengan Emel? Lalu bagaimana kisah cinta Fahmi dengan Nuzula? Semuanya akan Anda temukan dalam karya novelis terbaik Indonesia ini. n irwan kelana ed: Hafidz Muftisany

Judul        : Api Tauhid

Penulis        : Habiburrahman El Shirazy

Penerbit    : Republika Penerbit

Cetakan    : II, November 2014

Tebal        : xxxvi + 574 hlm

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement