Jumat 13 Jun 2014 12:00 WIB

Mematuhi Fatwa Ulama

Red:

Jika tidak kepada para ulama, kepada siapa lagi umat Islam akan merujuk permasalahan-permasalahan agama yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Kendati demikian, ulama sebagai rujukan dari permasalahan tersebut juga harus mempunyai kapabilitas dan kapasitas sebagai seorang mufti (orang yang berhak berfatwa).

Inilah yang disayangkan di tengah-tengah umat Islam sendiri. Seorang yang belum mumpuni dalam hal keilmuan sudah lancang berbicara masalah hukum dan mengeluarkan fatwa.

"Kalau kata Rasulullah itu, orang yang terlalu berani berfatwa, berarti dia juga berani masuk neraka. Apalagi dia tidak memiliki ilmu," terang Ketua Lembaga Bahtsul Masa'il Nahdlatul Ulama (NU) KH Zulfa Mustafa kepada Republika, Rabu (11/6).

Kiai Zulfa menerangkan, bahkan orang sekelas Imam Malik sekalipun tak malu untuk mengakui kalau dia tidak tahu. Sikap inilah yang harus dicontoh para mubaligh. Jangan karena malu ataupun gengsi sehingga memaksakan menjawab pertanyaan yang ditujukan padanya. Padahal, sebenarnya ia tidak mempunyai kapasitas untuk menjawab.

"Harus dibedakan, antara memberi fatwa dan memberi nasihat. Kalau nasihat itu berkaitan dengan akhlak. Kalau fatwa itu kan hukum," terangnya.

Fatwa di Indonesia sendiri tak jarang justru mendapat kritikan dari berbagai pihak. Fatwa para ulama sudah mulai dikritisi dengan berbagai argumentasi. Tak jarang fatwa dan tanggapan cendekiawan Muslim seperti perdebatan yang tiada habisnya, hingga mungkin malah membingungkan orang awam. Mana yang harusnya mereka ikuti, jika sesama cendekiawan Muslim terus berdebat tiada henti.

Seperti persoalan penentuan hari raya dan awal Ramadhan, misalnya. Ini yang kadang membingungkan orang awam, ketika satu sama lain cendekiawan dan lembaga fatwa tiap-tiap ormas mengeluarkan fatwanya.

"Kalau tentang ada hari raya memang ada perbedaan pendapat. Apakah itu fatwa atau memberi khabar. Kalau NU sendiri soal hari raya diserahkan kepada yang berwewenang yaitu pemerintah. NU tidak menetapkan. Jadi, masing-masing punya pemahaman sendiri," paparnya.

Kendati demikian, ia mengingatkan, jangan sampai perbedaan tersebut dipahami dengan permusuhan. "Muhammadiyah dan NU tidak ada yang mengajak bermusuhan kepada orang yang berbeda pendapat," katanya.

Kebingungan dan perbedaan pendapat inilah yang terkadang dimanfaatkan oleh orang-orang yang ingin menjatuhkan Islam. Kiai Zulfa sendiri mengatakan, memang ada orang-orang yang tidak suka kalau ulama mempunyai pengaruh di masyarakat. "Ada yang tidak suka, kalau ulama itu ada pengaruhnya dan merambat ke akwal syakhsiyah seperti politik misalnya," terangnya.

Ia mencontohkan, seperti di Mesir. Betapa fatwa dari seorang Syekhul al-Azhar begitu didengar dan dihormati. Seluruh masyarakat Mesir pun patuh dan umumnya menjalankan fatwa dari Sang Syekh. Tapi di Indonesia, ini masih menjadi perdebatan umat Islam yang mengaku cendekiawan dan mampu mengkritisi fatwa.

Ketua Majelis Fatwa PP Mathlaul Anwar, KH Tengku Zulkarnaen, menambahkan, memang ada gerakan-gerakan yang terselubung, namun tertata rapi untuk menjatuhkan Islam. Gerakan ini mengimbau masyarakat untuk tidak mematuhi fatwa para ulama.

"Kalau soal fatwa, selama ini masyarakat sih ada yang mau melaksanakan, ada yang tidak tahu, ada yang tidak mau tahu. Tapi yang kita pantau itu, ada semacam grand design yang tersistematis. Mereka mengajak orang, 'kita tidak usah patuh kepada fatwa ulama'," paparnya.

Menurut Zulkarnain, gerakan tersebut memang dimotori oleh orang-orang tertentu. "Biasanya orang anti-Islam, orang yang mengaku nasionalis, komunis, tapi benci dengan agama," terangnya.

Ia mencontohkan, ketika pertemuan lembaga fatwa di Singaparna lalu, dihasilkanlah kesepakatan ulama yang menyatakan umat Islam wajib memilih pemimpin. Namun, fatwa tersebut menuai tanggapan beragam di masyarakat. Ada yang mempertanyakan, mengapa tidak boleh golput? Hingga mempertanyakan eksistensi MUI kala itu.

"Banyak pro kontra di masyarakat. Mereka bertanya, mengapa MUI mengeluarkan fatwa seperti itu?" terang Zulkarnain. "Dan itu orangnya itu-itu saja," tambahnya. rep:hannan putra ed: hafidz muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement