Senin 06 Jul 2015 17:00 WIB

Amir Abadi Jusuf, Direktur Eksekutif RSM AAJ: Network untuk Kualitas Pekerja

Red:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tak banyak kantor akuntan publik dan konsultan lokal yang dapat bertahan dalam waktu lama. Namun, RSM AAJ mampu membuktikannya. Berdiri sejak 4 Maret 1985, RSM AAJ terus beroperasi selama 30 tahun terakhir.

Sebelumnya, RSM AJJ hanya memiliki sekitar 20 auditor. Kini, terdapat lebih dari 500 auditor yang siap mengaudit laporan keuangan berbagai perusahaan. RSM AJJ bahkan sudah bergabung dengan kantor akuntan publik internasional, RSM International.

Sehingga, tak hanya menangani klien domestik, tapi juga luar negeri. Kepada Republika, Direktur Eksekutif RSM AAJ Amir Abadi Jusuf mengungkapkan sejumlah rahasia kesuksesan kantornya tersebut. Berikut petikan wawancaranya:

Bagaimana perkembangan bisnis RSM AAJ sebagai kantor akuntan publik sejak pertama kali didirikan?

Kami berdiri sejak 4 Maret 1985. Jadi, benar-benar dari kecil sampai, alhamdulillah, bisa seperti sekarang. Sebetulnya, RSM AAJ bukan kantor akuntan publik saja. Sama saja dengan perusahaan besar.

Di dalamnya, ada kantor akuntan publik serta ada beberapa unit usaha lain yang berkaitan, seperti perpajakan dan konsultasi. Jadi, kantor akuntan hanya salah satu bagian di bawah naungan RSM AAJ.

Kita ada lima bisnis utama. Kita memberikan jasa audit dan insurance audit, dulu namanya pemeriksaan akuntan. Kemudian, ada perpajakan, corporate finance, business services, dan GRC atau governance recent control. Itu lima pelayanan kita. Intinya, kita melakukan pemeriksaan terhadap buku perusahaan untuk kepentingan para pemakai laporan keuangan yang bukan dari perusahaan bersangkutan.

Jadi, misalnya, kita punya saham di Telkom. Kita kan nggak tahu apa-apa tentang Telkom, tapi sebagai pemegang saham kita akan dapat laporan keuangan Telkom. Namun, kita nggak bisa mengerti, apakah laporan tersebut wajar atau tidak.

Maka, akuntan ini berdiri di tengah. Jadi, di sini ada perusahaan yang menyampaikan laporan keuangannya dan ada pemakai laporan keuangannya. Tugas kita, make sure bahwa informasi yang disediakan dapat dipertanggungjawabkan.

Apa saja tantangan yang dihadapi dalam menjalankan bisnis RSM AAJ selama ini?

Tantangan dulu dan sekarang berbeda. Tantangan dulu adalah tentang bagaimana memperkenalkan services ini kepada masyarakat. Pada masa itu jasa kantor akuntan publik adalah sesuatu yang tak begitu dikenal.

Pasar modal juga belum tumbuh, jadi orang hanya tahu disuruh bank, lalu bukunya dikasih cap, jadi kita jangan sampai tergelincir. Maka, tantangannya saat itu bagaimana melakukan sesuatu dengan benar dalam pengertian bahwa kita mengajak para klien untuk betul-betul. Kalau kita audit, ya memang betul audit. Kemudian, memberikan pemahaman kalau audit itu bermanfaat bukan cuma untuk si pemakai informasi keuangan, tapi buat si perusahaan juga.

Dari audit tadi, kita bisa menemukan kelemahan dari sistem keuangan yang berlaku. Kita juga bisa lihat potensi-potensi kebocoran. Kemudian, kita ingatkan mereka, kalau ini nggak bisa dibiarkan.

Kalau kondisi sekarang sudah beda. Semua orang sudah mengerti dan tahu. Meskipun masih banyak salah paham, tapi nggak apa-apa. Kesalahpahamannya begini, dikatakan bahwa kantor akuntan pekerjaanya adalah menyusun laporan keuangan buat si klien. Padahal, sebetulnya kita nggak melakukan penyusunan laporan keuangan.

Kita melakukan audit atas penyusunan laporan keuangan yang disiapkan oleh perusahaan. Tanggung jawab laporan keuangan bukan di kita. Ibaratnya begini, ada orang mau beli mobil dan butuh rekomendasi mobil apa yang oke. Nah, kantor akuntan ibaratnya seperti orang yang mengerti tentang mobil, lalu memberi pandangan mobilnya seperti apa. Hanya saja, kita tidak tanggung jawab atas mobilnya, tapi tanggung jawab atas pendapatnya.

Jadi, salah kalau akuntan publik dianggap bertanggung jawab terhadap penyusunannya. Setiap kita melakukan audit, kan kita ada opini. Nah akuntan publik ini bertanggung jawab pada opini atas apa yang dia sampaikan ke perusahaan, sehingga pemakai laporan keuangan bilang tahu dan hasilnya tenang.

Tantangannya sekarang, karena user atau si pemakai laporan keuangan sudah makin sophisticated, makin canggih, serta praktik bisnis makin canggih maka akuntansinya harus bisa mengikuti. Si auditor tantangannya juga harus bisa lebih memahami standar akutansi yang makin rumit. Tadinya, tebalnya 60 halaman, sekarang tebal banget.

Dulu tidak ada internet, dulu transaksi simple cash, sekarang non-cash, itu cara menngauditnya juga lain. Kemudian, dulu aturan terhadap profesi akuntan publik sangat terbatas, sekarang aturannya ribet banget. Salah-salah, kita bisa masuk penjara. Jadi, regulasinya makin ketat, standar yang berlaku makin menuntut kita kerja lebih baik dan masyarakat juga makin pintar.

Lalu bagaimana tanggung jawab akuntan terhadap laporan keuangan yang telah diaudit? Bagaimana pula dengan perusahaan yang sering 'mempercantik' laporan keuangannya?

Sekali lagi, laporan keuangan bukan kantor akuntan publik yang buat, tapi perusahaan. Memang, transaksi bisnis sekarang makin canggih, ada online e-comerce dan lainnya. Jika mau mengaudit, kita harus mengerti gitu-gituan. Si auditor juga ilmunya tidak boleh ketinggalan, kalau tidak, bisa diakali.

Biar tidak diakali maka dia harus mengikuti perkembangan dan kerja dengan standar yang berlaku. Jika itu dipenuhi, insya Allah, aman-aman saja serta tidak bisa dibohongi. Kan si perusahaan punya kepentingan, lalu user ingin terasa aman. Kalau auditor netral, aman, atau nggak nyaman bukan urusan auditor.

Jadi, kalau rekayasa dan sebagainya. Kalau kita audit dengan benar, kita bisa temukan. Akuntan publik yang bakal meluruskan. Tapi, memang di sini tanggung jawab dia memberikan opini atas jumlah tersebut sesuai standar berlaku.

Ada standar yang mesti dilakukan dalam audit tersebut. Sekarang, standarnya sudah berlaku secara internasional, artinya berlaku sama di dunia. Jadi, memang auditor harus agak superman sedikit.

Bagaimana persaingan dalam bisnis ini sekarang?

Sebetulnya, persaingannya lebih kepada memberikan rasa nyaman terhadap pemakai laporan keuangan. Supaya dia nyaman dan tidak diganggu serta tidak ada risiko maka si emiten biasanya memilih kantor akuntan besar.

Secara umum, sebetulnya saya kira setiap kantor akuntan besar dan kecil punya pasar berbeda. Misalnya, saya kecil disuruh mengaudit Bank Mandiri, maka sangsi dong. Jadi, tidak mungkin kalau saya cuma punya auditor 20 orang terus audit Bank Mandiri, saya juga nggak berani. Mandirinya juga ragu.

Berbeda bila misalnya saya besar dan saya punya 2.000 auditor, Bank Mandiri pun bakal yakin dan merasa nyaman. Jadi, sebetulnya masing-masing punya pasar yang sesuai. Nggak mungkin saya audit Pertamina kalau auditor saya cuma 50, padahal untuk audit pertamina minimal 100 orang, misalnya.

Bagaimana komposisi perbandingan paling ideal yang perlu dimiliki kantor akuntan publik dan berapa auditor yang dibutuhkan?

Susah untuk menentukan ideal atau tidak karena bergantung kebutuhan di pasar. Bila kita bicara tentang ini, maka pertama, tentukan dulu apakah orang punya minat untuk menjadi akuntan publik atau tidak. Kalau secara umum punya minat maka perlu mengambil sertifikasi akuntan.

Bicara akuntan publik, kita juga harus melihat apakah profesi ini cukup menarik untuk mereka. Biasanya, yang terbayang di kepala orang kalau bicara akuntan publik pasti suatu pekerjaan long hours. Jam kerjanya panjang, nggak ada waktu kalau lagi sibuk dan sampai pagi masih di kantor. Hal ini menyebabkan orang merasa enggan menjadi akuntan publik.

Jadi, orang muda sekarang mungkin kurang tertarik. Padahal, jurusan akuntansi paling banyak, tapi akuntansi tak harus kerja di akuntan publik. Di Bank Indonesia laku, di kantor pajak gaji lebih besar, masuk Kementerian Keuangan welcome, jadi ke mana saja bisa.

Padahal, kalau kita lihat, banyak kelebihan bekerja di akuntan publik. Jika kita bekerja di satu kantor akuntan, kita punya pengalaman pada industri yang berbeda. Selama kita kerja lima sampai 10 tahun, kita mungkin sudah meng-handle perusahaan dagang, pabrikasi, perkebunan, atau mungkin juga yang lain, seperti Telkom, bank, dan sebagainya.

RSM AAJ bergabung dengan RSM International pada 1992, apa saja manfaat serta perubahan yang terjadi setelah bergabung?

RSM AAJ itu naturalnya sama saja dengan perusahaan lain, itu kan suatu network dari kantor akuntan dan konsultan global. Jadi, sebagai network sebetulnya kita ada kepentingan bersama serta membuat kita lebih maju bersama-sama.

Kita sendiri sebagai member dari network ikut terlibat dalam pengelolaan. Kasarnya, bukan dalam pengertian suatu perusahaan yang memilih kita atau apa, tapi itu bagian dari jaringan kita. Tujuannya, untuk kualitas pekerjaan, kemudian people development, jadi kita membangun sama-sama.

Tujuannya juga untuk kepentingan marketing, misalnya tadi kualitas, untuk kualitas yang sama. Misalnya, kalau kita makan Big Mac di McDonald Jakarta, bayangan ekspektasinya rasanya akan sama dengan Big Mac di Cina.

Bicara kualitas kita ingin orang yang menggunakan jasa kita di Indonesia dan Singapura punya kualitas setara secara global. Jadi, kalau ada pekerjaan, kita sudah kebayang seperti apa. Yang ditekankan pada kesamaan kualitas. Jadi, kita punya metodologi  sama, pendekatan sama, cara berpikir sama, dan menggunakan standar sama.

Lalu, bicara people development, ini penting di mana kita ada program untuk training secara kontinyu. Baik secara langsung dikumpulkan maupun pakai internet agar teknologi komunikasi berjalan baik. Kita juga punya kesempatan, menempatkan orang kita di negara lain. Misalnya, kita biasa kirim orang untuk merasakan pengalaman bekerja di Singapura, Australia, AS, Hong Kong, dan Inggris. Jadinya, kita concern di people development karena sebagus apa pun sistemnya kalau orangnya tidak beres kan nggak jalan juga.

Berarti, bergabung dengan RSM Internasional merupakan ekspansi bisnis?

Sebetulnya, kita bukan ekspansi karena kita punya pasar di tempat lain tanpa harus punya perusahaan di sana. Klien kita di Vietnam bisa dilayani RSM di Vietnam, tapi tetap kita handle klien itu sama-sama. Di Inggris juga akan sama. Di singapura kita malah punya banyak joint project, sebab perusahaan Indonesia beroperasi di Singapura dan perusahaan Singapura banyak beroperasi di Indonesia.

Jadi, kita tetap satu, di mana pun kita berada. Standarnya sama, kalau mereka tahu kliennya di Indonesia ditangani oleh kita, mereka pun bakal tenang karena dia tahu kita menggunakan standar sama.

Apakah ada hubungannya dengan perubahan nama dari RSM AAJ menjadi RSM saja pada Oktober nanti?

Sebenarnya, ini keniscayaan, suatu keniscayaan yang tidak bisa kita hindari dan tidak bisa lari. Karena pemakai jasa kita juga tidak bisa kita batasi ada di mana. Tujuannya, untuk tidak membuat bingung pasar, jadi memang mau nggak mau harus punya. Katakanlah McDonald di negara mana pun kan namanya McDonald, dengan nama 'RSM' kita juga ingin seperti itu. Jadi, itu masalah brand saja. Oktober nanti, memang kita memutuskan sepakat secara global.

Di Indonesia sekarang tengah berkembang bisnis syariah, lalu bagaimana jika dilihat dari sisi akuntansi?

Saya pikir, akuntansi itu akan mengikuti perkembangan praktik bisnis. Bila ada praktisi, tapi tidak ada akuntansinya maka tidak mungkin dicari. Karena, memang akuntansi akan terus merefleksikan apa yang terjadi. Ada bisnis syariah maka akan ada akuntansi syariah, ada e-commerce maka akan ada akuntansi e-commerce.

Jadi dicari prinsip-prinsip dasarnya seperti apa. Di Indonesia sebetulnya standar akuntansi syariahnya termasuk cukup maju. Jadi, banyak juga orang yang belajar ingin tahu. Dalam pengertian, kita sudah mendalami transaksinya, serta isu-isu di dalamnya secara lebih komprehensif.

Syariah itu ada yang spesifik syariah, kemudian ada transaksi di dalam bisnis syariah yang sifatnya juga umum. Untuk itu, tetap didukung dengan standar akuntansi umum.

Kemudian, bagaimana tantangan akuntansi syariah ke depan?

Saya pikir, sebetulnya kalau bank syariah pertumbuhannya tidak lari, agak lambat. Jadi, akuntansi bakal mengikuti, nanti kalau ada produk baru syariah, akuntansi juga akan mencarikan solusinya seperti apa. Saya kira, bicara akuntansinya dalam hal penerapan tadi, semakin banyak yang diterapkan maka akan semakin ketemu.

Sebenarnya, bukan pada kegiatan syariah, tapi pada transaksi syariah. Untuk transaksi syariah dari pihak yang sebetulnya bukan unit usaha syariah. Hal itu yang mesti diperhatikan.

Maka, jika bicara tantangan, saya pikir bagaimana membuat orang, para pemakai, memahami konteks dari akutansi syariah. Para mahasiswa juga bisa lebih punya interest banyak ke syariahnya. Para praktisinya juga lebih menguasai akutansi syariah, sebab standarnya sudah di sana, tapi mungkin penguasaan orangnya yang masih harus terus ditingkatkan.

Bila bicara tentang akuntan yang mengaudit bisnis syariah, di asosiasi akuntan publik kita ini kan ada pendidikan profesi berkelanjutan. Jadi, kalau kita meng-handle syariah, kita wajib memahami akuntansi syariah. Tidak boleh kalau nggak menguasai. Kalau kita belum tahu maka kita harus ajak orang yang mengerti agar meng-handle itu dan mentransfer ilmunya pada kita.

c91 ed: Mansyur Faqih

***

Nomor Satu adalah Integritas

Strategi bisnis saja ternyata tak cukup untuk mempertahankan bisnis hingga mencapai tahun ke-30. Bagi Direktur Eksekutif Partner RSM AAJ Amir Jusuf Abadi, nomor satu adalah integritas.

Menurutnya, akuntan publik merupakan pekerjaan yang dilakukan atas dasar kepercayaan. Maka, bila tak mampu mendapatkan kepercayaan dari banyak orang, mustahil bisnis akan berjalan lancar. "Bisa dibilang ini bisnis kepercayaan, kita nggak punya apa-apa, nggak punya mesin pula, tapi mengapa orang mau pakai kita? Ya, karena kepercayaan," tutur Amir kepada Republika di Jakarta, belum lama ini.

Ia menjelaskan, kepercayaan bisa didapat bila selalu menjaga integritas. Konsep integritas pun sebenarnya tak sulit, tapi pemahamannya sering berbeda untuk setiap orang.

Bagi Amir, integritas berarti tak melakukan sesuatu yang tak benar. Meskipun sadar kalau tak akan ada orang lain yang tahu jika melakukan sesuatu yang salah.

"Agak ribet ya, tapi integritas di sini maksudnya memang, kita tetap lurus walaupun nggak ada yang lihat," ujar Amir penuh keyakinan.

Ia menambahkan, integritas merupakan ruh dari profesi akuntan publik. Karenanya, jangan heran kalau kebanyakan akuntan bersifat lebih tertutup dan konservatif. Karena, sifat tersebut merupakan bagian dari profesi. "Kita dituntut untuk tak mudah percaya, skeptis, dan harus menggali terus kebenaran informasinya," tambahnya.

Baginya, akuntan pun cenderung lebih hati-hati dalam berkata. Karena, setiap berbicara, akuntan harus mempunyai dasar agar dapat dipercaya. Amir mengungkapkan, berkat integritas dan kepercayaan pula RSM AAJ dapat bergabung dengan RSM Internasional.

Menurutnya, saat RSM AAJ bergabung dengan RSM International pada 1992, ada beberapa kantor akuntan publik lain yang diperhitungkan untuk bergabung. Namun, akhirnya, RSM AAJ yang terpilih. "Waktu itu, pihak RSM International datang ke kantor kita. Dulu, kantor kita masih di rumah, kalau keluar pintu ada ayam lagi lari-larian, tapi mereka pilih kita karena mereka percaya," ujarnya.

Tak hanya bergabung, RSM International bahkan menempatkan staf asingnya di RSM AAJ. Maka, saat itu RSM AAJ merupakan kantor akuntan kecil pertama yang memiliki staf orang asing atau ekspatriat.

  c91 ed: Mansyur Faqih

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement