Selasa 30 Sep 2014 12:00 WIB

Ketika Gyeyang Gymnasium Jadi Milik Indonesia

Red:

INCHEON -- Gyeyang Gymnasium terus bergemuruh dalam dua hari terakhir, tepatnya pada hari kedelapan dan kesembilan gelaran Asian Games ke-17, pada 28 dan 29 September. Gemuruh itu berasal dari teriakan, yel-yel, dan sorakan dukungan dari para suporter Indonesia. Dalam dua hari terakhir itu, gymnasium berkapasitas 4.270 tempat duduk itu juga nyaris terus dipenuhi para pendukung Indonesia. Mereka didominasi para pekerja asal Indonesia yang mengadu nasib di tanah negeri ginseng tersebut. Ribuan TKI itu banyak yang datang dari kota tetangga, Ansan, yang memang menjadi salah satu basis terbesar TKI di Korea Selatan. Bahkan, ada pula yang sengaja datang langsung dari Seoul demi bisa mengungkapkan rasa cinta mereka terhadap Tanah Air lewat dukungan kepada atlet-atlet bulu tangkis yang berlaga di Gyeyang Gymnasium.

Pada awalnya, gymnasium yang memiliki lima lapangan bulu tangkis itu memang sengaja dibangun pemerintah kota Incheon untuk gelaran Asian Games ke-17 dengan harapan para atlet bulu tangkis lokal, seperti Lee Yongdae, Kim Hana, dan Ko Sunghyun, bisa mendulang emas di tempat ini. Namun, dalam perjalanan turnamen, ternyata itu hanya menjadi harapan kosong, terutama di nomor paling bergengsi, yaitu nomor perseorangan. Justru Indonesia yang tampil sebagai yang terbaik pada dua nomor paling bergengsi di kategori ganda, ganda putri dan ganda putra. Pada Sabtu, 27 September, Gyeyang Gymnasium akan diingat kontingen Indonesia sebagai tempat bersejarah lantaran menjadi di tempat inilah raihan pertama medali emas kontingen Indonesia di Asian Games ke-17 bisa diraih.

Pasangan ganda putri, Greysia Polii/Nitya Krishinda, sukses mempecundangi pasangan asal Jepang, Ayaka Takahashi/Misaki Matsutomo, dua gim langsung 21-15 dan 21-9. Untuk pertama kalinya di Asian Games ke-17, lagu Indonesia Raya akhirnya berkumandang dan Merah-Putih berada lebih tinggi dibanding bendera negara lainnya. ''Kemenangan ini kami persembahkan buat Indonesia,'' ujar Greysia Polii seusai laga final ganda putri tersebut. Sehari kemudian, kejayaan Indonesia kembali ditorehkan di gymnasium yang berada di timur Kota Incheon tersebut. Kali ini prestasi itu ditorehkan dengan begitu manis.

Menghadapi pasangan tuan rumah, Lee Yongdae/Yoo Yeonseong, pasangan ganda putra Indonesia, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan, sukses mempermalukan unggulan satu turnamen itu tepat di tanah air mereka sendiri. Ahsan/Hendra menyumbangkan medali emas kedua Indonesia seusai menghajar Lee/Yoo, 21-16, 16-21, dan 21-17. Persiapan selama kurang lebih dua bulan dan rela absen dari kejuaraan dunia membawa Ahsan/Hendra memenuhi target yang diharapkan kepada mereka, medali emas Asian Games.

Sekali lagi, Sang Saka Merah-Putih ditempatkan berada lebih tinggi di antara bendera-bendera negara lainnya. Indonesia Raya pun berkumandang dengan keras di Gyeyang Gymnasium, sekeras teriakan dan sorakan dukungan dari para suporter Indonesia saat menyaksikan para pahlawan mereka berjuang di arena pertandingan. Mereka, yang rata-rata bekerja sebagai buruh pabrik dan pelayan restoran itu, setidaknya bisa berangkat kerja dengan kepala tegak pada keesokan harinya. Mereka pun memiliki kenangan dan cerita indah soal bagaimana kejayaan Indonesia dirangkai di gymnasium yang terletak di distrik Gyeyang tersebut, serta cerita bagaimana Gyeyang Gymnasium seolah menjadi milik Indonesia. rep: reja irfa widodo

ed: fernan rahadi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement