Rabu 28 Sep 2016 17:00 WIB

Peran Antagonis di Tanah Legenda

Red:

Di sebuah film action, peran protagonis dan antagonis memang sudah pasti ada. Pemeran protagonis harus mengalahkan aktor yang berperan antagonis, yang (biasanya) berniat menghancurkan atau menimbulkan konflik. Ketika dua peran tersebut bertemu, saling berhadapan, muncullah klimaks dari film itu.

Pemeran protagonis, di akhir cerita hadir sebagai pemenang atau penyelamat yang mampu mengalahkan musuh-musuhnya. Proses pemenangan yang mengarah kepada pemeran protagonis ini dibingkai dalam bentuk apa pun sesuai skenario (termasuk ketika pemeran protagonis mati). Sedangkan antagonis, di akhir cerita kerap dimunculkan sebagai pihak yang dipecundangi oleh pemeran protagonis. Wajar saja, tokoh antagonis selalu mendapat cercaan setelah filmnya disaksikan.

Dalam PON kali ini, yang digelar di Jawa Barat (Jabar), Jakarta seolah berada dalam posisi yang memainkan peran antagonis. Sedangkan Jabar, sudah jelas berada dalam posisi peran protagonis. Sorak-sorai penonton amat terasa ketika kontingen Jabar memperlihatkan aksinya. Riuh rendah yang menunjukan adanya pemeran protagonis dan antagonis, terasa untuk pertama kalinya saat pembukaan di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Bandung.

Ketika kontingen Jabar tampil di hadapan suporternya dalam pembukaan PON 2016, tepuk tangan dan sorak-sorai berpadu hingga menggemuruhkan suasana stadion. Kehadiran kontingen Jabar bak pahlawan yang memberikan harapan kepada rakyat yang hendak dibelanya. Bagaikan pemeran protagonis di sebuah film, kontingen Jabar akan berhadapan dengan musuh-musuh yang berniat mengadang mereka dalam perebutan medali.

Seperti Spiderman yang mendapat dukungan penuh dari masyarakat Kota New York untuk memberantas musuh-musuhnya yang jahat. Kontingen Jabar pun dengan dukungan warga Jabar memikul tanggung jawab untuk mengalahkan kontingen daerah lain yang mengadang mereka dalam perebutan medali.

Boleh dikatakan, tim selain Jabar adalah para penjahat atau pemeran antagonis dalam film "PON XIX 2016". Masyarakat Jabar memberikan penuh harapan kepada pahlawan mereka di masing-masing cabang olahraga, agar mengalahkan seluruh 'Green Goblin' yang hendak memupus harapan warga Jabar menjadi juara umum PON 2016.

Peran protagonis dan antagonis yang paling kentara terlihat ketika Jabar berduel melawan DKI Jakarta. Misalnya, di laga voli indoor putri yang berlangsung pada Jumat, 23 September malam lalu. Pertandingan ini berlangsung sengit dan ditonton hanya oleh warga Jabar, yang sudah pasti mendukung daerahnya. Dan tim voli putri DKI Jakarta, tanpa dukungan suporter.

Ketika tim voli putri dari Jabar bertanding, jumlah suporternya pun membeludak. Apalagi, saat tim yang menjadi lawan Jabar adalah DKI Jakarta. Tim voli putri Jabar seolah berada di posisi pemeran protagonis yang mampu memberikan kebahagiaan untuk suporternya.

Sedangkan Jakarta, datang ke arena laga itu sebagai 'penjahat' yang harus ditumpas. Tiap kali atlet voli dari Jabar melesatkan pukulan, suasana menjadi sangat riuh dengan teriakan dukungan suporter Jabar. Saya pun sampai harus menutup telinga untuk menghindari gemuruhnya suara dukungan dari suporter Jabar saat itu. Sebaliknya, ketika DKI Jakarta beraksi melepaskan pukulan-pukulannya, yang mereka terima hanyalah sorakan.

Ya, suasana kala itu memperlihatkan DKI dalam posisi sebagai pemeran antagonis yang harus ditumbangkan oleh tim voli putri Jabar sebagai pemeran protagonis. Dalam duel tersebut, Jabar berhasil keluar sebagai pemenang setelah, mengalahkan musuhnya saat itu, Jakarta. Kisah dari pertandingan ini pun berakhir dengan happy ending.  

Memang, gelaran kompetisi apa pun yang dihadiri para pendukung tuan rumah akan selalu memunculkan cerita-cerita menarik layaknya sebuah film. Tim tuan rumah selalu memerankan tokoh protagonis. Sedangkan yang lainnya adalah pemeran tokoh antagonis. Meski begitu, tidak selamanya pemeran tokoh protagonis dalam sebuah kompetisi itu berjaya. Ada kalanya mereka takluk di tangan musuhnya. Seperti Jabar yang tak berdaya dari DKI Jakarta di cabang voli air.      Oleh Umar Mukhtar, ed: Abdullah Sammy

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement