Sabtu 27 Oct 2012 07:51 WIB

Gara-gara Lambaian Anak, Polisi Pun Datangi Apartemen

Polisi Jepang
Foto: japan-world.info
Polisi Jepang

REPUBLIKA.CO.ID,Lambaian tangan Hikaru Kamilun Syahbuwana (3 tahun) kepada mobil patroli polisi kesukaannya, pada Rabu (26/9) lalu, berujung pada sidak polisi di apartemen Karora Haitsu 102, Matsuyama, Jepang.

Ini kejadian menarik perhatian publik di kota Matsuyama, Jepang. Karena Hikaru melambai-lambaikan tangan hanya ±1,5 meter dari jalan besar di depan apartemen tanpa pendampingan orang tuanya. Bisa jadi kejadian itu membuka celah bagi polisi untuk mengorek banyak informasi dari warga pendatang.

Sehari kemudian, seorang polisi berseragam, lengkap dengan helm putih dan pistol di pinggang, mengetuk pintu Karora Haitsu 102. Saat pintu terbuka, lencana polisi pun menyambut di depan mata.

“Patroli polisi,” ucapnya singkat.

Terus terang mengejutkan, sedikit berdebar dan bertanya-tanya. Baru pertama kali ini polisi Jepang berseragam datang ke Karora Haitsu 102. Tumben. Memang sekitar dua tahun lalu, pernah ada intel bertamu, tetapi seorang staf kampus menemaninya. “Wah, ada apa gerangan ya? Kelihatannya hari-hari terakhir ini berlalu dengan baik dan lancar, tanpa tindak kejahatan oleh mahasiswa, kenshusei ataupun WNI lainnya di Matsuyama”.

Untung saja map tebal yang dibawanya sedikit menenangkan hati. Sampulnya hitam, berisikan kertas putih berlembar-lembar.  Tebalnya kira-kira 10 cm. Di ujung kanannya menempel kertas-kertas kuning kecil sebagai penanda. Sekilas terlihat banyak nomor. Suasana hening sejenak, lalu polisi itu pun memulai lagi pembicaraan sambil membuka lembaran bertuliskan 102.

Ini adalah nomor apartemen tempat tinggal Hikaru, anak bungsu dari empat bersaudara. Ibunya Hikaru segera dibangunkan, karena sidak polisi kali ini tidak seperti tamu-tamu sebelumnya. Biasanya para tamu hanya meminta tanda tangan dan menyodorkan surat kilat tercatat atau sekedar memberikan kotak kiriman barang. Terkadang datang misionaris gereja dengan selebaran ajakannya. Untuk itu, perlu dua saksi dan juga kemampuan bahasa Jepang yang lebih baik untuk melayani pertanyaan polisi kali ini.

Suaranya datar dan sopan, seperti orang Jepang kebanyakan. Kelihatannya Ia berbicara dengan basa-basi di sela-sela informasi yang diungkapkan. “Dana San?” tanyanya kepada Ibunya Hikaru sambil menunjuk lelaki di depannya. Anggukan pun bersambut sebagai tanda mengiyakan bahwa lelaki bersarung dan berkaos putih yang berdiri tepat di sebelah kanannya merupakan suaminya.

“Punya mobil? Ada sepeda?” lanjutnya. Pertanyaannya melebar dan mendetail. Butuh waktu lama untuk menuliskan jawabannya di lembaran-lembaran yang dibawanya. Semestinya polisi itu pergi ke kantor Balaikota Matsuyama untuk menyalin data-data kependudukan Karora Haitsu 102 di sana. Pasti lebih lengkap dan cepat.

Namun, mungkin saja pertanyaan tadi terkait dengan pemilikan sah atas mobil atau sepeda. Maklumlah dalam hal ini Jepang sangatlah ketat mengeluarkan perijinan, termasuk penerbitan SIM.   “O tanjobi?” kejarnya mengenai tanggal lahir. Kemudian berlanjut ke pekerjaan, nomor HP, dan nama anak-anak. “Masuk saja Pak,” pinta Ibunya Hikaru, karena kasihan melihat sang polisi mencatat sambil berdiri di depan pintu Karora Haitsu 102, sebuah gang selebar 1,3 meter dengan pagar tembok setinggi perut orang dewasa .

Ia pun masuk ke dalam rumah. Langkahnya hanya beberapa saja dan terhenti di genkan. Itupun dengan pintu masih sedikit terbuka. Pembicaraan pun berlanjut di genkan, sebuah ruangan kecil ala Jepang setelah pintu depan sebelum ruang tamu.

Akhirnya jelas sudah. Semuanya sekedar informasi dan pertanyaan biasa. Intinya adalah pada pemberitahuan mengenai empat hal yang perlu diperhatikan oleh para warga pendatang:

1. Kalau pergi ke kampus, sepeda supaya dikunci agar aman.

2. Kalau pergi ke supermarket, jangan meninggalkan barang di keranjang sepeda. Kasus kehilangan di keranjang sepeda sudah terjadi.

3. Jangan bermain di dekat jalan raya, terutama bagi anak-anak.

4. KTP Jepang yang lama silahkan untuk diperbaharui. Jam kerja paruh waktu (arubaito) yang tertera di KTP agar dipatuhi.

Percakapan hampir berakhir, namun Ibunya Hikaru bergegas masuk ke ruang belakang untuk mengambil buku catatan dan bolpoin. Coretan beberapa huruf kanji yang belum dipahami dan sedikit informasi tentang sang polisi bocor di Karora Haitsu 102. Hanya satu yang masih mengganjal: sungguhkah polisi Jepang itu hadir gara-gara lambaian tangan Hikaru? Ataukah empat isi pemberitahuan itulah yang memaksanya datang di Karora Haitsu 102?

Penulis: Atus Syahbudin (Mahasiswa S3 UGAS Ehime University Jepang, Ketua PD. Senkom Mitra Polri DIY 2006-2011)

 

 

 

 

 

 

 

 

Rubrik ini bekerja sama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia

sumber : PPI
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement