Selasa , 13 Sep 2016, 10:19 WIB

Strategi Indonesia Kembangkan Sektor Pariwisata

Red: Dwi Murdaningsih
Republika/ Tahta Aidilla
Arief Yahya
Arief Yahya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia dinilai terlalu lama mengesampingkan sektor pariwisata sebagai pilihan untuk mendongkrak nilai competitiveness sebagai negara. Menteri Pariwisata Arief Yahya menyebut anggaran untuk pariwisata minim. Negara yang dalam susastra Jawa sering dijuluki 'Gemah Ripah Loh Jinawi Subur Makmur Kartaraharja itu tidak mengurus pariwisata. '

“Di era Presiden Joko Widodo, Pariwisata ditempatkan sebagai sektor unggulan, selain infrastruktur, maritim, pangan dan energi,” kata Arief Yahya.

Apakah komitmen Negara serius? Menempatkan pariwisata sebagai sektor prioritas? Apa tercermin di strategi budgeting? Apa ada prioritas membangun kawasan wisata sebagai destinasi unggulan juga? “Kalau dibandingkan dengan yang dulu, budget sudah naik, sehingga bisa berpromosi menggunakan saluran global,” kata dia.

Arief Yahya menjelaskan bahwa strategi membangun Pariwisata Indonesia tidak bisa langsung selling. Branding-nya harus diperkokoh, baru advertising, dan diikuti oleh selling. Jadi, tahapan yang sudah dilakukan terkait country branding adalah BAS –Branding, Advertising, Selling.

Selama setahun, Country Branding Wonderful Indonesia yang semula tidak masuk ranking branding di dunia. WTTC WEF–World Tour and Travel Competitiveness Index oleh World Economic Forum mempublikasikan dengan istilah N/A atau Not Available. Pada tahun 2015, setelah program itu dijalankan, Country Branding melesat lebih dari 100 peringkat menjadi ranking 47, mengalahkan Truly Asia Malaysia (ranking 96) dan Amazing Thailand (ranking 83).

Country branding Wonderful Indonesia mencerminkan Positioning dan Differentiating Pariwisata Indonesia. “Sekarang kami calibrating, ada 14 pilar yang menjadi kriteria dan menentukan peringkat dunia tersebut. 141 negara di dunia, menggunakan standar itu dalam memperbaiki sector pariwisatanya. Kalau kita mau bersaing di level global, maka standart internasional inilah yang juga kita perlukan, kita implementasikan,” ungkap Arief Yahya.

Ke-14 pilar yang kita harus bersaing di dunia itu antara lain, business environment, safety and security, health and hygiene, human resources and labour market, prioritization of travel and tourism, international openness, price competitiveness, ICT readiness, environmental sustainability, air transportation infrastructure, ground and port infrastructure, tourist service infrastructure. Natural resources dan cultural resources and business travel.

Apa yang dilakukan Menpar Arief Yahya selama hampir dua dua tahun ini, diantaranya membenahi 14 pilar ini. Menurut dia, yang dilakukan tidak semuanya mulus, ada beberapa hal yang sempat menjadi polemik. Misalnya soal International Openess, bahasa mudahnya: soal kebijakan Bebas Visa Kunjungan (BVK), 169 negara.

Dia mencontohkan lagi soal health and hygiene. Ini isu yang sangat sensitive di dunia internasional. Karena itu, Arief Yahya selalu mengingatkan kepada bupati, walikota, gubernur, untuk menjaga kebersihan, kerapian, kesehatan. Jangan ada zika, jangan ada malaria, demam berdarah, dan sebangsanya. Penangan rumah sakit pun harus standar internasional.

Contoh lain, infrastruktur transportasi udara. Indonesia dibandingkan dengan negara lain, masih tertinggal jauh. Karena itu, pihaknya sudah menjalin kerjasama dengan Kemenhub dan Kemen BUMN yang memiliki Angkasa Pura I dan II untuk mensupport. “Pekan lalu saja, kami roadshow ke perusahaan airlines dan Angkasa Pura I dan II. Tujuannya untuk memperbanyak direct flight, dari Negara-negara originasi ke destinasi wisata kita,” kata dia.

Hanya dengan memperbaiki 14 pilar itulah, kata Arief Yahya, Indonesia bisa bersaing. Potensinya? “Sangat besar, dalam setahun saja country branding sudah mengalahkan Malaysia dan Thailand. Tinggal pada business level strategy yang harus dikuatkan untuk memenangkan persaingan. Kita mampu, dan punya potensi sangat kuat,” ujarnya.