Senin 01 Aug 2016 10:36 WIB

Mengenang Budaya Cina dari Napak Tilas Laksmana Cheng Ho

Laksamana Cheng Ho atau Zheng He (ilustrasi).
Foto: Edjbrown.com
Laksamana Cheng Ho atau Zheng He (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG – Rangkaian tradisi perayaan 611 tahun Admiral Zheng He, atau lebih popular dengan sebutan Laksamana Cheng Ho kali ini lebih seru, lebih heboh. Diawali dengan diskusi “Fasilitasi Pengembangan Wisata Sejarah dan Religi, Cheng Ho dan Warisan Budaya” di Hotel MG Suit, Jalan Gajah Mada, Semarang. Diskusi itu ibarat menjadi reminder bagi publik akan sejarah dan pengaruh panjang budaya Cina yang terasa sampai sekarang.

Staf Ahli Bidang Multikultur Kementerian Pariwisata, Hary Untoro Drajad membuka diskusi yang diikuti para budayawan, sejarawan, pelaku usaha, industri, akademisi dan unsur pemerintah itu menyebut, konteks lebih penting dari kontens. “Memahami sejarah Cheng Ho itu harus kontekstual. Harus penuh pemaknaan, menengok masa lalu, melihat fakta saat ini, dan memproyeksi masa depan. Bukan hanya text book dan literasi saja,” kata Hary Untoro.

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengistilahkan cultural value dan commercial atau financial value. Sejarah yang dipelajari sebagai ilmu, silakan saja, menjadi science dan cultural value. Tetapi di pariwisata, sejarah bisa dikemas menjadi atraksi Pariwisata yang menarik setelah digabungkan dengan artefak, bukti peninggalan zaman purbakala, dan legenda atau cerita rakyat yang sudah dipercaya dari mulut ke mulut.

Sejarah bisa dikemas dalam story line yang membuat orang terpikat untuk datang, karena kekuatan cerita. Cerita yang berbasis sejarah, baik itu fiksi maupun non fiksi, bisa menjadi atraksi pariwisata yang khas. Menjadikan sejarah masa lalu dengan segala peninggalan yang masih tersisa, itu punya sensasi yang kuat. “Itulah jawaban mengapa banyak museum di Eropa yang ramai dikunjungi orang. Cerita soal Manneken Pis di Brussels, patung bocah kecil setinggi 61 cm di perempatan jalan di Belgia itu kaya cerita dan membuat orang tertarik datang melihat sendiri patungnya,” kata Menpar Arief Yahya.

Diskusi dengan tiga pembicara itu cukup inspiratif. Taufik Rahzen bertutur soal Implikasi Cheng Ho dan Warisan Budaya. Remy Silado alias Japi PA Tambayong yang berbicara soal Intepretasi Jalur Samodera Cheng Ho sebagai Daya Tarik Wisata Budaya dan Harjanto Halim tokoh komunitas Kopi Semawis yang bercerita soal akulturasi budaya Tiongkok Jawa di Kota Semarang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement