Ahad 28 Feb 2016 10:37 WIB

Antara Pelacur Kalijodo dan Pujangga Shakespeare

Red: M Akbar
Harri Ash Shiddiqie
Foto: istimewa
Harri Ash Shiddiqie

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Harri Ash Shiddiqie (Penulis Tinggal di Jember, Jawa Timur)

Sekitar tahun 1590, Kalijodo masih hutan lebat. Gubernur Jenderal JP Coen belum datang. Bahkan Sultan Agung yang kelak menyerang Batavia, juga belum terlahir. Tapi di London, di wilayah Southwark, telah berkembang kehidupan rumah petak kecil-kecil, miskin, dan padat. Wilayahnya ramai. Di sana ada tontonan hiburan dan bar. Minuman keras, perjudian dan pasti pelacuran.

Lebih semarak ketika tahun 1599 hadir gedung teater Globe. William Shakespeare menjadi salah satu pemegang sahamnya. Ia sekaligus berperan sebagai pengendalinya. Beraktivitas di wilayah pelacuran, tak usah heran bila ada beberapa karya Shakespeare yang bercerita tentang rumah bordil.

Di Southwark, dari sekian banyak rumah bordil, di tahun 1603 muncul rumah bordil kelas tinggi. Thomas Middleton, seorang sastrawan yang menjadi kawan dekat Shakespeare menulis tentang penghuninya:

''Penampilannya sopan, bila menyanyi suaranya bagus, mempesona. Bicaranya manja ke kanak-kanakan. Itu menyihir uang  mengalir dari kantung tuan muda  bersama mesum dan nakal yang berkibar....''

Lalu apakah pada masa itu tidak ada usaha untuk menggusurnya sebagaimana halnya Kramat Tunggak atau Dolly?  Pernah! Pada 1632 saat Raja Charles I berkuasa, satu pasukan tentara datang. Tapi para pelacur telah lebih dulu mengendap pergi. Pemiliknya, Elizabeth Bess,  dipanggil pengadilan. Dua kali ia mangkir. Karena takut, ia pun lari ke kota lain.

Pelacuran jalan terus

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement