Sabtu 26 May 2012 22:04 WIB

Ayo Membaca, Melestarikan Budaya Baca

Anak-anak membaca bersama. Ilustrasi
Foto: .
Anak-anak membaca bersama. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Faisal Fadilla*

Sudahkah Anda membaca hari ini? Buku apa yang Anda baca? Kita sering mendengar kalimat membaca pangkal pandai. Sudahkah membaca menjadi rutinitas harian kita?

Kalau kita tengok para pendiri bangsa Indonesia, mereka adalah orang-orang yang gemar membaca. Bung Karno, Bung hatta, Sutan Sjahrir mereka begitu dekt dengan buku. Kedekatan dengan buku membuat mereka berwawasan luas dan berpikiran besar.

Kita tidak mungkin berdiskusi tanpa membaca dulu sebelumnya. Dengan membaca perdebatan dalam diskusi menjadi lebih bermutu dan tetap relevan dibaca.

Ada cerita betapa dekatnya pendiri bangsa dengan buku. Bung Hatta menjadikan buku karangannya, Alam Pikiran Yunani sebagai hadiah pengantin untuk isterinya. Seorang penyair dari Padang pernah berkata tentang Bung Hatta, “Dia orang besar dan hidupnya seperti bukuyang tak akan tamat dibaca.”

“Tidak ada orang besar yang tidak membaca. Bahkan Firaun pun membaca. Meskipun Firaun dari membaca menjadi tindakan negatif,” ujar Oom Nurohmah, ketua Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Jawa barat, ketika ditemui di ruangannya di kantor  Badan Perpustakaan dan Arsip daerah (BAPUSIPDA) jumat (25/5).

Untuk mencapai tahap minat baca, orang terlebih dulu melewati tahapan kemampuan membaca.”Sebelum minat tumbuh, kemampuan membaca dulu yang ditumbuhkan.” Kata Ibu Oom. Karena kemampuan membaca itu bukan bawaan sejak lahir maka harus dilatih.

Ada proses yang dilewati untuk mewujudkan kondisi gemar membaca. Proses yang dibina dari lingkungan terkecil. Keluarga merupakan lingkungan terkecil untuk membina dan mewujudkan gemar membaca.

Political will (regulasi) supaya terwujud budaya baca pun sangat penting. Pemerintah lewat kebijakan yang dikeluarkan bisa mendorong ke arah terwujudnya budaya baca.” Kata Oom. Upaya guna mewujudkan budaya baca pada akhirnya menjadi tugas bersama, baik itu keluarga, lingkungan sekolah sampai pada pemerintah.

Menurut data UNCEF, minat baca orang Indonesia tergolong rendah. Kalau dipresentasekan ada pada 0,01 pesen. “Artinya di Indonesia  satu buku di baca oleh seribu orang.” Tambah Ibu Oom. tampaknya ini terkait dengan kebiasaan kita yang lebih memilih ke pusat perbelanjaan ketimbang toko buku atau perpustakaan dikala waktu senggang.

Mengembalikan Fungsi Pepustakaan

Allah SWT menurunkan wahyu kepada Rasulullah SAW denga ayat pertama berbunyi “iqra”, bacalah, bacalah dengan menyebut Tuhan yang Maha Pemurah. “Jelaslah, manusia diciptakan untuk membaca. Bukan sekedar membaca teks tapi juga lingkungan, alam sekitar,” papar Oom.

Perkembangan teknologi informasi dewasa ini, di satu sisi ada peluang dan juga ancaman. Peluang untuk kita mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dan seluas-luasnya. Ancaman ketika digunakan secara tidak bijak dan etis. “Kita harus cerdas informasi juga cerdas media,” ungkap Oom.

“Itu juga bagian dari membaca. Membaca lingkungan. Tren teknologi saat ini kita ikuti. Tapi dalam menggunakannya kita harus bijak dan etis. Orang yang bijak dan etis tentu akan dapat mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya.”

Informasi juga bisa kita dapatkan di perpustakaan. Melalui buku-buku yang ada di perpustakaan, menjadikan informasi sebagai sumber kekuatan. Karena salah satu fungsi dari perustakaan adalah sebagai fungsi informatif.

Di perpustakaan juga kita bisa belajar. Ada pertarungan dialektika di sana. Lewat buku-buku kita membangun karakter. Buku kerap kita anggap “tidak ramah”. Kita malas membeli buku karena harganya kelewat mahal. Oleh sebab itu perpustakaan menjadi solusi bagi mereka yang haus akan ilmu pengetahuan.

Sudah saatnya kita mulai melestarikan budaya membaca. Hari ini banyak cara dikembangkan agar membaca menjadi sesuatu yang menyenangkan. Misalnya, lewat lagu yang membangkitkan gairah untuk membaca. Seperti yang dilakukan Oom dan Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB). Mereka merilis album yang berisi lagu-lagu untuk menumbuhkan semangat membaca. Membaca disajikan dengan se-rekreatif mungkin dan tidak menjemukan. So, siapa lagi yang menyusul?

* pengirim: Mahasiswa Ilmu Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Bandung

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement