Sementara jurnalis Republika, Fitriyan Zamzami, yang tahun ini bertugas meliput haji selama tiga bulan, menuis catatan yang tak kalah menarik. Dia menulis mengenai parodi yang terjadi pada jamaah haji China. Di Bandara Jeddah sewaktu jamaah haji Uighur akan pulang mereka dijaga ketat. Bahkan, terindikasi petugas keamanan asal Cina menggiring merea sampai tangga pesawat.
Uniknya ketika para petugas datang, para jamaah haji Uighur memang terlihat tegang. Namun mereka terlihat paham bagaimana mencairkan suasana tegas itu. Di antara para jamaah kemudian ada yang berinisiatif membuat suasana menjadi rileks dengan mengajak para jamaa bernyanyi dan beranda. Namun, bagi orang yang melihat langsung suasana itu memang terasa ada perasaan yang mencekam dan tegang.
Fitriyan yang kala itu berada langsung di Bandara Jeddah, Arab Saui, menuliskan kisahnya seperti ini:
Namanya juga selepas berhaji, wajah-wajah jamaah dari Cina di Bandara King Abdulaziz, Jeddah pada Kamis (30/8) pagi itu nampak ceria. Mereka saling mengobrol. Sembari menunggu keberangkatan di Plaza D Bandara Jeddah, saling bertukar panganan, bukan hanya dengan rekan senegara tapi juga dengan jamaah negara-negara lain.
Meski sebagian nampak tak muda, tak ada raut kelelahan dan kebanyakan nampak bugar. Hampir semua jamaah pria mengenakan peci putih khas dan yang perempuan berjilbab serta mengenakan setelan celana dan baju serta rompi longgar. Beberapa lainnya mengenakan abaya hitam khas Saudi.
Suasana tiba-tiba berubah menjelang tengah hari. Ketika itu, datang sejumlah pria berseragam dan berambut cepak di antara jamaah. Mereka bersepatu bot, celana kargo, kemeja penuh saku, dan berperawakan tegap.

Petugas keamanan asal Cina turun langsung mengawasi kepulangan jamaah haji Uighir di Bandara Jeddah. Lihat seragam yang dipakai mereka. (fitriyan zamzami).
Mereka mulanya berbaris dan memindai jamaah satu persatu. Beberapa merangsek dalam gerombolan dan memeriksa barang bawaan jamaah.Maka, keriangan jamaah perlahan meredup. Obrolan kemudian jadi bisik-bisik. Sebagian jamaah hanya memandang para pria perseragam itu dari sudut mata mereka.
Pria-pria berseragam itu tak nampak pada kedatangan jamaah Cina di Bandara Amir Muhammad bin Abdulaziz, Madinah atau Bandara Jeddah. Jamaah Cina biasanya disambut petugas yang berpakaian kasual, beberapa bahkan hanya bercelana training dan kaus oblong saja. Di antara jamaah dari seluruh dunia yang tiba di bandara Saudi, hanya jamaah Cina yang ditemani petugas berseragam paramiliter tersebut.
“Kami juga tidak tahu mengapa mereka di sini. Peraturan di negara kami memang sekarang lebih keras,” kata Ismail seorang jamaah paruh baya, satu dari sedikit di antara jamaah yang bisa berbahasa Arab.
Ismail bersama ratusan jamaah yang menyertainya hari itu berasal dari Lanzhou, ibu kota Provinsi Gansu, yang terletak di jantung wilayah Cina. Bersama Linxia, Lanzhou adalah wilayah di Gansu yang sejak lama jadi pusat konsentrasi etnis Hui yang hampir semuanya beragama Islam.
Menjelang keberangkatan, ketegangan kian meningkat saat jamaah dibariskan menuju pesawat. Pemimpin rombongan kemudian diminta mengganti bendera kelompok berwarna hijau dengan bendera merah berbintang lima.
Salah satu pria berseragam hitam kemudian mendampingi rombongan pertama berjalan menuju gerbang keberangkatan. “Nanti mereka dikawal sampai pesawat,” kata salah seorang petugas maskapai dalam bahasa Inggris kepada Republika.co.id. Ia mengiyakan, para pria berseragam adalah aparat keamanan Cina.
Di tengah ketegangan tersebut, hadirlah Ahmad Abu Yazan, seorang petugas bandara asli Arab Saudi. Sejak awal mula kedatangan jamaah Cina, pria paruh baya itu sudah mencoba akrab. Ishaka, salah seorang jamaah dari Lanzhou, ia paksa menerima pemberian roti berisi semacam yoghurt khas Saudi.
Sementara menjelang keberangkatan, di tengah-tengah jamaah yang mulai tak sabar menanti keberangkatan, polahnya kian konyol. Satu persatu jamaah ia tantang dengan pose kungfu. “Bruce Lee... Bruce Lee…,” kata dia tak sadar sedang melakukan sejenis stereotip kepada jamaah Cina.
Abu Yazan nampak puas dengan aksinya. Sembari bertolak pinggang ia pandangi rombongan jamaah Cina berangkat dengan kawalan pria-pria berseragam. “Ikhwan, ikhwan…,” kata dia sembari menunjuk saudara-saudara seimannya.