Sabtu 14 Sep 2013 10:44 WIB

Sedekah ke Orang Tua tanpa Izin Suami, Bolehkah?

Sedekah   (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Sedekah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Persoalan ini memang cukup pelik. Dan, banyak merebak di kehidupan berumah tangga. Terutama, menimpa keluarga dengan komposisi, suami dan istri bekerja atau salah satunya menganggur. Sedangkan, tumpuan nafkah ada di pundak satu pasangan saja. 

Yakni, terkait memberikan sedekah, baik kepada orang tua atau keluarga suami ataupun istri. Acap kali bantuan tersebut hanya ditujukan ke salah satu pihak dan menafikan kubu keluarga yang lain. Apalagi, bila ternyata sedekah tersebut berasal dari penghasilan istri. 

Saling ungkit pun muncul. Persoalan sederhana ini kerap memicu konflik dahsyat di internal rumah tangga. Lalu, bolehkah perempuan yang mandiri dari penghasilan menyedekahkan sebagian dari pendapatannya tersebut ke keluarganya tanpa sepengetahuan suami? Bagaimana semestinya bersikap?

Syekh Nuruddin Abu Lihyah dalam bukunya berjudul al-Huquq al-Ma’nawiyah liz Zaujah mengutarakan bahwa ulama sepakat seorang istri berhak membelanjakan pendapatannya sendiri tanpa izin suami. Ini bila berkaitan dengan kebutuhan pokok dan transaksi sehari-hari dan dengan catatan yang bersangkutan, dinilai bijak. Dalam konteks ini, istri memiliki hak yang sama sebagaimana suami. “Kemudian, jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta) maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.” (QS an-Nisaa [4]:6).

Akan tetapi, dalam kasus seperti di atas, yakni bersedekah, baik kepada orang lain, keluarga, atau bahkan kedua orang tua, para ulama berbeda pendapat terkait hukumnya. Pendapat yang pertama mengatakan, istri tidak diperbolehkan bersedekah sekalipun dari penghasilannya sendiri bila tidak disertai izin sang suami. Pendapat ini disampaikan oleh Anas bin Malik dan Imam al-Laits. Dalil kubu itu merujuk pada ayat tentang kepemimpinan laki-laki yang tertera di surah an-Nisaa ayat 34. Hadis Abdullah bin Umar yang dinukilkan Imam al-Baihaqi juga dijadikan sebagai dalil. 

Dalam riwayat tersebut, Rasululllah SAW menyerukan agar istri tidak memberikan apa pun tanpa izin suami. Ini dikuatkan pula dengan riwayat Abdullah bin Yahya al-Anshari yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Sedangkan, menurut kelompok yang kedua, seorang istri berhak memberikan sedekah kepada keluarga, orang tua, atau pihak manapun dari penghasilannya tanpa sepengetahuan suami.

Ini adalah pendapat mayoritas ulama, yakni Sufyan ats-Tsauri, Mazhab Hanafi, Syafi’i, Ibn al-Mundzir, salah satu riwayat Ahmad, Abu Tsur, Abu Sualiman, dan pandangan Mazhab Zhahiri. Seruan bersedekah tidak terbatas pada laki-laki, tetapi juga perempuan yang telah bersuami sekalipun. “Laki-laki dan perempuan yang bersedekah,” (QS al-Ahzab [33]: 35).      

Mantan imam Masjid Zainab, Kairo, Mesir, ini menambahkan, berangkat dari pendapat mayoritas ini, seorang istri boleh secara diam-diam membantu orang tua atau keluarganya yang tengah membutuhkan. Karena bagaimanapun, seorang istri juga memiliki otoritas atas harta yang ia peroleh sendiri. Selama dalam koridor kebajikan, suami tidak berhak untuk melarang. “Ini adalah hak istri,” katanya.

Yang menjadi persoalan, sikap diam-diam tersebut acap kali memicu kesalahpahaman dari suami, misalnya. Memang dibutuhkan pemahaman dan komunikasi intens antarkedua belah pihak agar masalah ini tidak menimbulkan kecemburuan. Maka, hendaknya seorang istri mampu bersikap adil dengan tidak hanya mengutamakan sedekah kepada keluarganya sendiri. Ia harus pula menunjukkan empati kepada keluarga sang suami.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement