DPR Nilai Pengawasan Travel Umrah tidak Maksimal

Pembinaan, pengawasan dan monitoring adalah tugas pemerintah

Rabu , 04 Apr 2018, 14:28 WIB
Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher Parasong.
Foto: DPR RI
Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher Parasong.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher Parasong mengakui pengawasan Kementerian Agama  kepada biro perjalanan umrah atau travel nakal telah dilakukan. Namun pengawasan tersebut dinilai tidak maksimal.

“Pengawasan ada tapi tidak maksimal. Indikatornya, travel-travel tidak dipanggil, mestinya ada evaluasi bertahap. Evaluasi bisa dilakukan enam bulan atau setahun sekali. Izin juga ada batas waktunya dan dilakukan pengawasan, travel yang baik bisa dipertahankan, yang tidak baik dievaluasi dan yang buruk bisa dilakukan pencabutan izin,” tandasnya dalam perbincangan dengan pers, Senin (2/4) sore lalu di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Menurut politikus PAN itu, selama ini Komisi VIII tidak pernah melihat pengawasan kepada biro perjalanan umrah bermasalah tersebut, maka dewan selau memberi saran dan rekomendasi agar Kemenag proaktif. Dalam berbagai kasus umrah nakal ini, masyarkat tidak bisa disalahkan, karena sulit medapatkan akses.

Oleh karena itu Kemenag perlu melakukan sosialisasi, mana travel yang baik dan bermasalah. Dalam kaitan ini peran aparat Kemenag di daerah termasuk KUA turut melakukan sosialisasi mana travel bermasalah dan tidak, sehingga masyarakat bisa memutuskan pilihan terbaik.

Komisi VIII, lanjut Ali Taher, sudah menawarkan solusi dimana yang sudah dapat dan memenuhi kewajiban harus diberangkatkan. Lalu yang belum berangkat maka hak-haknya dikembalikan baik uang yang disetor dan dokumennya supaya rasa nyaman bagi masyarakat.

“Lalu alternatif terakhir, travel yang bermasalah terus dan tak ada solusi maka diusulkan dicabut izinnya. Ini jauh lebih penting,” tegasnya seperti dalam siaran pers.

Ada satu lagi yang perlu dikejar, menurut Ali Taher, adanya pembiaran oleh travel nakal meski sudah diekspor besar-besaran. “Ini perlu dikejar, supaya ada rasa nyaman di masyarakat bahwa pembinaan, pengawasan dan monitoring adalah tugas pemerintah. Itu juga sebagai tanda hadirnya negara dalam melayani masyarakat,” katanya mengingatkan.

Lebih lanjut politikus dapil Banten II ini menjelaskan, Komisi VIII saat raker dengan Kemenag meminta supaya segera dilakukan sosialasi Peraturan Menteri Agama (PMA) No.8/2018 tentang penyelenggaraan umrah. Umrah harus ada kepastian berangkat, setelah pendaftaran maka paling lama enam bulan harus berangkat. Untuk kepentingan keberangkatan maka jamaah harus sudah menerima hak-haknya, yang paling pokok adalah kepastian visanya, tiket PP dan akomdasi selama di Makah-Madinah.

Misalnya waktu umrah selama sembilan hari, harus dipenuhi hak-haknya apa yang diperoleh dan  itu perlu standar minimum biaya yaitu Rp 20 juta. Intinya DPR minta pemerintah membuat standar pelayanan minimum antara Rp 20-Rp26 juta tergantung zonanisasi yang  berbeda antara di Jawa dan Indonesia Timur.

Dengan kepastian itu, dewan mencoba bisa meminimalisir travel nakal, sebab umumnya melakukan pembiaran. Dari jumlah sekitar 950 travel hanya sebagian kecil yang memberikan standar pelayanan memenuhi persyaratan, selebihnya bermasalah.

“Kepada travel bermasalah ini, kita minta Kemenag melakukan pengawasan, sekaligus verifikasi terhadap trave-travel agar memenuhi kewajibannya bisa menyelenggarakan umroh berkualitas sehingga  kenyamanan dan ketertiban jamaah bisa terpuhi,” pungkas Ali Taher.