Senin 29 May 2017 17:12 WIB

Satu dari Enam Anak Perempuan tak Masuk Sekolah Saat Menstruasi

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Dwi Murdaningsih
Sakit perut karena menstruasi/Ilustrasi
Foto: Corbis.com
Sakit perut karena menstruasi/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program air, sanitasi dan kebersihan (WASH) Unicef Indonesia mengungkapkan, satu dari enam anak perempuan di Indonesia memilih tinggal di rumah ketika menstruasi. Anak perempuan tersebut memilih tidak bersekolah dan merasa nyaman di rumah saat menstruasi.

"Di negara berkembang, anak perempuan tidak masuk sekolah rata-rata lima hari setiap bulan, ketika mereka sedang menstruasi," kata Kepala Wash Unicef Indonesia, Aidan Cronin dalam keterangan tertuis yang diterima Republika.co.id, Senin (29/5).

Ia menjabarkan sejumlah sebab menstruasi yang mempengaruhi partisipasi dan konsentrasi siswa perempuan di sekolah. Pertama siswa perempuan merasa tertekan dan cemas apabila siswa lain mengetahui dirinya sedang menstruasi. Kedua, siswa perempuan merasa malu. Ketiga, siswa perempuan takut diolok-olok atau diejek saat menstruasi. Keempat, sebanyak 11 persen siswa perempuan mengaku menstruasi berdampak signifikan pada aktivitas sosial

Kelima, sebanyak delapan persen siswa perempuan mengaku menstruasi mengganggu interaksi dengan keluarga. Keenam, satu dari 10 siswa perempuan mengaku menstruasi menggangu interaksi dengan teman.

Cronin mengingatkan, pendidikan penting utuk anak perempuan. Karena, ketika persentasi perempuan berpendidikan menengah meningkat 1 persen, pertumbuhan ekonomi per kapita per tahun meningkat 0,3 persen. Selain itu, ketika anak perempuan mendapat pendidikan hingga sekolah menengah, maka akan terhindar dari pernikahan usia anak. Sehingga, mereka akan menjadi ibu yang lebih sehat. Satu tahun tambahan di sekolah dapat menambahpendapatan seumur hidup peempuan 10-20 persen.

Spesialis Wash, Reza Hendrawan menyebut, pendidikan menstruasi pada anak perempuan penting. Ia menjabarkan, berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indonesia 2012, sebanyak 25 persen dari populasi remaja putri tidak pernah membicarakan menstruasi sebelum mendapat periode yang pertama. Padahal, perlu kepedulian orang dewasa pada anak perempuan untuk membuka komunikasi mengenai menstruasi dan memberikan infoemasi yang diperlukan.

Kedua, sebanyak 56 pesen orang tua tidak pernah memberikan penjelaskan secara benar dan utuh pada anak perempuan tentang manajemen kebersihan menstruasi. Seharusnya, orang tua dan guru perlu membekali diri dengan informasi yang tepat terkait menstruasi. Serta, mampu menjelaskan pada anak perempuannya.

Ketiga, sebanyak 48 anak laki-laki pernah mengganggu atau mengolok teman perempuan yang mengalami menstruasi. Sehingga, perlu pendampingan orang tua dan guru agar anak laki-laki menyadari, proses menstruasi adalah wajar bagi anak perempuan. Jadi, hal itu tidak perlu mejadi bahan ejekan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement