Selasa 24 Apr 2012 09:04 WIB

Anak Kena Kanker Berobat ke Orang Pintar, Kok Bisa?

Rep: Reiny Dwinanda/ Red: Endah Hapsari
Kegiatan Melukis Pasien Kanker Anak Dharmais. (Republika/Prayogi)/ilustrasi
Kegiatan Melukis Pasien Kanker Anak Dharmais. (Republika/Prayogi)/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Masih ada saja orang tua yang menolak terapi kanker untuk anaknya. Mereka lebih memilih untuk pergi ke 'orang pintar' dengan cara pengobatan yang tak rasional. “Gara-gara tak mendapatkan perawatan yang tepat, anak yang semula berada di stadium satu ketika kembali ke dokter sudah stadium empat,” sesal Prof Dr dr Djajadiman Gatot SpA (K).

 

Penolakan terapi terhadap advis medis pada anak yang sakit juga terjadi di Amerika Serikat. Kasus meninggalnya Medaline Kara Neumann menjadi salah satu contoh yang mengenaskan. Orang tua Kara memilih bersandar pada kekuatan doa ketimbang mengobati diabetes yang menggerogoti tubuh gadis berusia 11 tahun tersebut. Ayah dan ibu Kara dijatuhi hukuman penjara 10 tahun atas tuduhan pembunuhan (homicide).

Di ruang praktiknya, Djajadiman kerap mendapatkan reaksi beragam pada orang tua yang anaknya didiagnosis kanker. Tak jarang orang tua marah kepada dokter atas diagnosis yang disampaikan. “Harus dimaklumi, sebab kabar itu bukan sesuatu yang mudah untuk diterima,” komentar ahli hematologi anak ini.

Agar orang tua tak lari ke pengobatan yang irasional, dokter pun mengubah pendekatannya. Mereka berusaha menjelaskan rencana terapi dengan hati-hati. “Sampaikan mungkin anak harus dirawat sekitar satu pekan, perpanjangan rawat inap dimungkinkan terjadi karena apa, dan manfaat serta jadwal kemoterapi atau pengangkatan tumor,” saran Djajadiman dalam International Confederation of Childhood Cancer Parent Organisations (ICCCPO) Meeting Asia di Yogyakarta.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement