Kamis 12 Apr 2012 12:04 WIB

Amran Nur; Menghidupkan Kota Hampir Mati

Amran Nur
Foto: parmatohitam.multiply.com
Amran Nur

Sejak surutnya penambangan batu bara, Sawahlunto memang terancam menjadi ghost city (kota hantu). Selama lebih dari 100 tahun, tepatnya sejak 1891 ketika kolonial Belanda membuka tambang batu bara, kota itu terus berdenyut. Batu bara ibarat magnet yang menarik banyak orang berpindah ke Sawahlunto, baik dari Eropa maupun seluruh nusantara.

Keadaan itu berubah ketika cadangan batu bara menipis dan berkurangnya operasional PT Bukit Asam Unit Produksi Ombilin. Puncaknya setelah era reformasi, tambang liar marak di mana-mana. Tiap jengkal tanah di Sawahlunto dikeruk serampangan, meninggalkan kerusakan lingkungan yang teramat parah.

Kota yang indah di masa lalu dengan banyak bangunan-bangunan peninggalan Belanda itu menjadi lesu seiring makin berkurangnya batu bara. Selama ini, warga Sawahlunto memang menggantungkan kehidupannya pada si emas hitam. “Pada 2003, kalau siang hari kita bisa main badminton di Jalan Pasar Remaja karena sepinya. Pukul tujuh malam saja jalan-jalan di kota sudah sepi. Kalaupun punya uang, kita tak bisa beli apa-apa, karena tidak ada pedagang yang berjualan,“ kata Amran Nur, wali kota Sawahlunto.

Sekarang, Sawahlunto kembali menemukan kejayaannya. Orang kini mengenal Sawahlunto sebagai salah satu tempat tujuan wisata yang unik. Kota tua itu tertata rapi, bersih, aman, dan nyaman. Perekonomian juga menggeliat. Pendapatan per kapita penduduknya kedua tertinggi di Sumbar. Tak ditemukan peminta-minta di seantero kota. Tingkat kemiskinan terendah kedua di seluruh Indonesia setelah Denpasar, Bali.

Di bidang pendidikan, pengelolaannya dinilai yang terbaik di Sumatra Barat. Jumlah penduduk kembali bertambah setelah berkurang secara signifikan sejak awal 2000. Dan, yang paling penting, Sawahlunto kini tak menggantungkan hidupnya pada batu bara. Tanaman cokelat, karet, dan pariwisata menjadi andalan masa depan.

“Dulu, sepertinya akan kiamat saja tanpa batu bara. Sekarang tidak lagi,“ ujar Amran. Sejak pertama menjabat sebagai wali kota, Amran Nur memang menaruh perhatian pada peningkatan ekonomi rakyat. Latar belakang nya sebagai pengusaha di Jakarta mendorong ia selalu berpikir bagaimana meningkatkan income per kapita warga. “Apabila pendapatan meningkat maka masalah pendidikan, agama, dan kesehatan akan lebih gampang dikelola,” tutur mantan peng usaha di bidang pengolahan air minum ini berprinsip.

Peningkatan pendapatan masyarakat dilakukan dengan mengembangkan sektor pertanian. Luas Sawahlunto yang mencapai 270 ribu hektare memungkinkan untuk itu. Mulailah digalakkan ber bagai program, mulai dari tanam cokelat, pemeliharaan sapi, karet, mahoni, sampai peternakan ayam. Bibit ta nam an dan pupuk diberikan secara gratis.

Untuk mendukung itu, di desa-desa dibangun jalan sentra produksi yang memudahkan warga pergi ke la dang atau sawahnya. Pro gram itu menunjukkan hasil.

Amran memang tidak mendatangkan investor untuk berinvestasi di bidang pertanian. Ia mendorong warga mengusahakan tanahnya sen diri agar menjadi tuan atas lahannya.

Di bidang perdagangan, ia juga tak memberi peluang mal berdiri di kota kecil itu. “Mal itu tidak memberikan kontribusi apa-apa bagi peningkatan ekomoni rakyat,“ ujarnya beralasan. Ia lebih memilih memberdayakan pedagang. Bahkan, Amran melegalkan pedagang kecil untuk berjualan di pusat keramaian, Lapangan Segitiga.

Ayah dua orang putri, Ditta Febrina Amran dan Dilla Novilla Amran, ini sebelumnya tak membayangkan akan kembali ke kampung halaman. Sudah 40 tahun lebih ia merantau. Selama ini, ia kerap pulang kampung, namun tak sekali pun bersentuhan dengan pemda. Pada kesempatan pulang bersama warga Sawahlunto pada 2002, Amran didaulat bicara tentang pembangunan.

Melihat kondisi Sawahlunto yang makin muram, lulusan Teknik Penyehatan ITB itu pun tergerak untuk berbuat sesuatu. Tapi, jalan tak mudah. Amran bukan orang partai.

Saat itu, pada 2004, pemilihan wali kota masih dilakukan oleh anggota DPRD. Yang ia lawan adalah ketua DPRD dari Golkar yang punya delapan kursi atau 40 persen suara dari total 20 anggota DPRD. Artinya, lawannya hanya butuh tiga suara lagi untuk melenggang menjadi wali kota.

“Saya ini orang nekat. Kalau dihitung-hitung, rasa nya tak mungkin bisa dipilih. Tapi, dengan pendekatan akhirnya saya terpilih.” Pada 2008, saat wali kota sudah dipilih langsung oleh rakyat, Amran kembali memenang kan pemilihan.

Ia mengaku, banyak hal yang dilakukan untuk me nata Sawahlunto. Tapi, yang utama adalah mengubah min d set warga. Kalau warga sudah merasakan manfaat program yang ditawarkan, akan mudah mengaturnya. Ia pun memberi contoh dengan ikut menanam cokelat, karet, dan beternak ayam.

Perubahan-perubahan yang dilakukan Amran juga ka dang menimbulkan pro dan kontra. Misalnya, saat menata tambang liar. Ia me milih melakukannya pelanpelan dengan cara persuasif sambil tetap melakukan pe negakan hukum. Sekarang, tak ada lagi tambang liar. Bu kit-bukit yang tadinya rusak oleh penambang liar, kini mu lai menghijau. “Kalau saya memikirkan populer saja, tidak akan ada perubahan.”

Amran memang seperti tak memedulikan ia populer atau tidak. Tak pernah ia memajang gambar dirinya di baliho-baliho seluruh kota. Kalaupun ada, itu bersamasama unsur Muspida lainnya. “Anak saya mengatakan, kalau ada gambar saya terpasang di spanduk atau baliho sendirian, dia yang akan pertama kali menurunkan,“ tuturnya.

Di bidang pariwisata, Sawahlunto sudah mencapai visinya. Kota itu mempunyai visi menjadi Kota Tambang yang Berbudaya pada 2020. Pada 2010, Sawahlunto sudah menjadi Kota Wisata.

Pengembangan wisata dimulai dengan pembukaan museum stasiun kereta api, Tambang Mbah Soero, dan Gudang Ransoem. Lalu, berkembang dengan adanya Waterboom, resor, kebun binatang, areal pacuan kuda, areal motocross, dan sebagainya.

Tahun ini, Sawahlunto akan membangun sky lift yang menghubungkan stasiun kereta api dengan Puncak Cemara, sebuah bukit tempat Kota Sawahlunto biasa dinikmati dari ketinggian. “Prinsip kita, wisata itu harus untung, kecuali museum,“ tutur Ketua Jaringan Kota Pusaka Indonesia itu.

Kini, Sawahlunto bertekad untuk mengalahkan Bukittinggi sebagai daerah tu juan utama wisata di Sumatra Barat. Menurut Amran, hal tersebut bukannya tidak mungkin dapat tercapai.

Kondisi Kota Sawahlunto memang sudah jauh membaik. Secara fisik, kota ini tertata rapi dan jalan-jalan bersih. Dua sungai yang membelah kota bebas dari sam pah. Beberapa waktu lalu, sebuah majalah berita nasional di Jakarta memilih Sawahlunto sebagai kota kecil paling layak huni di Indonesia.

Dulu, kata Amran, orang Sawahlunto, jika ditanyakan asalnya akan menjawab de ngan menunduk dan suara pelan. Itu menandakan ia minder dengan daerahnya.

Bahkan, PNS dari daerah lain yang dipindahkan ke Sawahlunto berpikir bahwa dia telah melakukan kesalah an sehingga dipindahkan ke kota kuali ini. Kini, kondisi nya berputar terbalik. Warga begitu bangga dengan kota ini.

“Kalau dulu orang bilang, Sawahlunto bapaga kawek, masuk mudo kalua gaek, se karang berubah, masuk mudo kalua padek (Sawahlunto berpagar kawat, masuk muda keluar tua, sekarang berubah, masuk muda keluar kaya). subroto ed: anif punto utomo

    

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement