Anggota DPR: Ada Perubahan Strategi Pelaku Teror

Jumat , 07 Jul 2017, 08:00 WIB
Ilustrasi Terorisme
Foto: Foto : MgRol_92
Ilustrasi Terorisme

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin menilai semua pihak perlu memiliki kewaspadaan tinggi untuk menghadapi perubahan taktik dan strategi para pelaku teror, dari sebelumnya terstruktur atau terorganisasi menjadi gerakan inisiatif perorangan.

"Dapat disimpulkan bahwa strategi yang dilakukan teroris di Indonesia saat ini sudah berubah, dari terstruktur atau teroganisasi menjadi nonorganisasi atau gerakan inisiatif perorangan di wilayah masing-masing sesuai dengan kemampuannya. Targetnya tetap membuat kerugian terhadap aparat keamanan yang dianggap 'thogut'," kata TB Hasanuddin, Jumat (7/7).

Dia menjelaskan beberapa kasus gerakan teroris atas inisiatif individu seperti bom panci di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur pada 24 Mei 2017; penyerangan Mapolda Sumut pada 25 Juni 2017 yang menewaskan satu anggota polisi; dan penusukan dua anggota polisi di Masjid Falatehan, Kebayoran Baru pada 30 Juni 2017.

Menurut dia, gerakan-gerakan itu bisa jadi sudah tersebar di banyak titik, yang sewaktu-waktu dapat muncul atau bergabung bersama.

"Ini adalah bentuk kegagalan deradikalisasi di dalam negeri, maupun upaya menyaring dan mengawasi mereka yang baru kembali dalam pertempuran di Irak dan Suriah," ujarnya.

Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan pola gerak teroris dalam melakukan perlawanan sekarang ini memang seadanya, yaitu bisa dengan menggunakan sangkur, pisau dan panah. Namun menurut dia, tujuannya untuk merebut senjata aparat keamanan, seperi modus teroris yang terungkap saat penyerangan di Mapolda Sumut dan Masjid Falatehan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

"Setelah senjata aparat keamanan berhasil direbut mereka, pelaku teror itu akan melakukan gerilya kota, menembak 'hit and run'," ujarnya.

Dia menilai tidak mustahil setelah beberapa pucuk senjata direbut, para teroris melakukan penyerbuan terbatas terhadap pos keamanan tertentu.

Karena itu dia menilai pemerintah harus benar-benar mampu mengorganisir kekuatan yang dimiliki untuk menghadapi teroris karena saat ini tidak bisa lagi dihadapi dengan hanya mengerahkan dua sampai tiga elemen saja namun harus mengorganisir seluruh komponen bangsa termasuk pemimpin non-formal.

"Catatan lainnya adalah pemerintah harus menertibkan akun-akun di sosial media yang kerap melakukan provokasi dan menyebarkan ujian kebencian," katanya.

Sumber : antara