Senin 21 Oct 2019 08:24 WIB

UIN Ar-Raniry Gelar Seminar Islam dan Pembangunan Ekonomi

FEBI UIN Ar-Raniry meluncurkan ZISWAF Centre dan Pusat Studi Halal.

Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Kementerian Agama, Muhammad Fuad Nasar menyerahkan cenderamata peluncuran  ZISWAF Centre kepada Dekan FEBI UIN Ar-Raniry, Dr Zaki Fuad MAg di sela-sela Seminar Nasional Islam dan Pembangunan Ekonomi (SN-IPE) ke-2, di Auditorium Prof Ali Hasjmy, UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Selasa (15/10).
Foto: Humas UIN Ar-Raniry
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Kementerian Agama, Muhammad Fuad Nasar menyerahkan cenderamata peluncuran ZISWAF Centre kepada Dekan FEBI UIN Ar-Raniry, Dr Zaki Fuad MAg di sela-sela Seminar Nasional Islam dan Pembangunan Ekonomi (SN-IPE) ke-2, di Auditorium Prof Ali Hasjmy, UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Selasa (15/10).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh mengadakan Seminar Nasional Islam dan Pembangunan Ekonomi (SN-IPE) ke-2.  Kegiatan tersebut berlangsung di Auditorium Prof Ali Hasjmy, Selasa (15/10). Seminar dengan tema “Strategi Pengembangan Ekonomi Syariah di Indonesia” ini dihadiri 700 orang peserta. Mereka terdiri dari unsur mahasiswa, akademisi, praktisi keuangan dan perbankan syariah dan unsur pemerintah Aceh.

Ketua Panitia, Dr  Hafas Furqani MEc  dalam rilisnya mengatakan, seminar nasional tersebut menghadirkan nara sumber, antara lain Direktur Komite Nasional Keuangan Syariah, Dr Taufik Hidayat  Mec;  Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Kementerian Agama, Muhammad Fuad Nasar;  Kepala Bank Indonesia Perwakilan Aceh, Zainal Arifin Lubis;  Perwakilan OJK Provinsi Aceh, Rahmad Hidayah;  dan Direktur PT  Bank Aceh, Haizir Sulaiman.

“Seminar nasional ini  merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka milad ke-56 UIN Ar-Raniry, kegiatan yang dibuka oleh Dekan FEBI, Dr Zaki Fuad MAg,” kata Hafas Furqani.

Dr  Taufik Hidayat  Mec mengemukakan,  saat ini Indonesia dianggap sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam industri ekonomi syariah. Diperkirakan penduduk Indonesia menghabiskan  177 miliar dolar AS untuk pariwisata halal,  1.303 miliar  dolar AS untuk makanan halal,  270 miliar dolar AS untuk fesyen halal, 209 miliar dolar untuk media dan rekreasi, 87 miliar dolar  untuk farmasi halal, dan 61 miliar dolar untuk kosmetik halal.

Namun potensi tersebut tidak sepenuhnya dimanfaatkan Indonesia, dalam laporan Global Islamic Economy Report 2018/2019, Indonesia menduduki peringkat ke-10 sebagai player industry halal (score 45, sementara Malaysia peringkat pertama dengan score 127).

Menurut Taufik Hidayat, yang menyebabkan terjadinya hal tersebut di antaranya, karena tidak adanya harmonisasi dan koordinasi antara instansi pemerintahan. “Benturan regulasi dan tumpang tindih kebijakan dan program menjadi masalah yang menyebabkan industri ekonomi syariah di Indonesia berjalan lambat. Karena itu, Pemerintah membentuk KNKS untuk melakukan harmonisasi regulasi dan koordinasi kebijakan dan kegiatan untuk mendorong perkembangan lebih lanjut industry ekonomi Syariah Indonesia,” ujarnya.

Muhammad Fuad Nasar menyampaikan bahwa potensi zakat dan wakaf di Indonesia sangat besar.  Ada dana zakat terkumpul pada tahun 2019 mencapai Rp 260 miliar sementara potensi wakaf bisa mencapai Rp 180 triliun. “Ini menjadi sumber bernilai untuk memberdayakan perekonomian umat,” tuturnya.

Melihat potensi ekonomi syariah yang besar, Aceh sebagai daerah yang berkomitmen untuk melaksanakan syariat Islam secara kaffah seharusnya bisa memanfaatkan peluang ini dan menjadi penggerak utama.

Untuk itu, Kepala Bank Indonesia Perwakilan Aceh, Zainal Arifin Lubis, mengatakan perlu ada gerak sinergis dan langkah strategis untuk mengembangkan ekonomi syariah dan menyelesaikan permasalahan ekonomi umat. “Bank Indonesia dalam hal ini telah berupaya untuk menyusun Masterplan Ekonomi Syariah yang mencoba mengembangkan gerak strategis pengembangan ekonomi Syariah dan mensinergikan kebijakan di Serambi Mekkah,” ungkapnya.

Aceh berpeluang menjadi kiblat pengembangan ekonomi Syariah nasional setelah Pemerintah Aceh mengeluarkan Qanun Lembaga Keuangan Syariah pada penghujung tahun 2018 yang menginginkan masyarakat Aceh meninggalkan riba dalam transaksi keuangan dan seluruh praktik lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh untuk patuh Syariah. Qanun Lembaga Keuangan Syariah mengamanatkan bahwa dalam 3 tahun (Januari 2019 -Januari 2022) semua lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh  harus dikonversi menjadi Lembaga keuangan Syariah.

Dalam kesempatan itu, Perwakilan OJK Provinsi Aceh, Rahmad Hidayah menyampaikan bahwa ini menjadikan Aceh sebagai satu-satunya daerah yang menerapkan single banking system dan bisa dikembangkan menjadi pusat keuangan Syariah di Indonesia.

Selanjutnya, Direktur PT Bank Aceh, Haizir Sulaiman menyampaikan bahwa Aceh terus mewarnai pengembangan ekonomi Syariah nasional. Setelah pada tahun 2016 lalu, aceh melakukan konversi BPD pada akhir tahun 2018, Aceh mengeluarkan Qanun yang mewajibkan seluruh lembaga keuangan bank dan non-bank untuk juga melakukan konversi menjadi lembaga keuangan syariah.

Efek dari penerapan Qanun LKS tersebut, proporsi asset perbankan syariah di Indonesia akan bertambah sekitar 25,76 triliun rupiah sebagai akibat limpahan konversi lembaga keuangan syariah di Aceh.  “Sehingga, menaikkan market share perbankan syariah nasional menjadi 6,10 persen,” kata Haizir.

Dengan kata lain, total aset perbankan syariah meningkat menjadi 505,6 triliun rupiah dan total aset perbankan konvensional turun menjadi 7.786,8 triliun rupiah. “Potensi besar ini seharusnya diturunkan ke dalam strategi pengembangan yang bisa menjadikan Aceh sebagai kiblat ekonomi syariah nasional,” ujarnya.

Sementara itu, Dekan FEBI, Dr Zaki Fuad MAg, mengatakan, di sela-sela seminar tersebut, FEBI UIN Ar-Raniry juga meluncurkan  dua lembaga kajian, yaitu ZISWAF Centre dan Pusat Studi Halal. Keduanya, di samping menjalankan kajian dan penelitian terkait zakat, infak, sedekah dan juga tentang halal, juga menjadi lembaga yang bisa mendorong pengembangan ekonomi ummat.

“ZISWAF Centre akan diupayakan menjadi nazhir wakaf yang bisa menerima dan mengelola wakaf dan juga UPZ (Unit Pengumpul Zakat) dari Baitul Mal Aceh. Sedangkan Pusat Studi Halal diharapkan aktif dalam melakukan kajian dan penelitian terkait bidang halal yang dimensinya sangat luas mencakup produk halal, dan industri halal,  serta mencakup dimensi wisata, rekreasi, media dan juga fashion. Pusat Studi Halal juga diupayakan menjadi konsultan atau lembaga pendamping pengusaha dalam melakukan sertifikasi halal,” papar Zaki.

Zaki Fuad menambahkan, pada kesempatan itu PT Pegadaian Syariah juga menyalurkan bantuan Dana Kebajikan Umat untuk FEBI UIN Ar-Raniry sebesar 20 juta rupiah.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement