1 Mei biasa diperingati sebagai hari buruh. Tahun demi tahun, setiap tanggal tersebut buruh menyampaikan keluh kesahnya. Tak hanya keluh kesah namun juga berbagai tuntutan yang telah dijanjikan sebelumnya. Namun, tak jarang pupus sudah harapan tersebut. Kesejahteraan yang idam-idamkan sejak dulu, nihil realitas hari ini. Buruh tetap pekerja dengan kerja maksimal bayaran minimal.
Tuntutan yang disampaikan oleh kaum buruh sebenarnya cita-cita setiap manusia. Mengingikan agar kaum buruh sejahtera, upah memadai, kesehatan dan kesalamatan terjamin dan sebagainya. Tuntutan ini jelas manusiawi, tak ada yang menginginkan dirinya sengsara, hidup tak berkecukupan. Namun, mengapa tuntutan tersebut tak kunjung tercapai?
Di Indonesia, banyak terjadi PHK terhadap kaum buruh, naiknya UMR di wilayah perkotaan menyebabkan perusahaan melakukan PHK besar-besaran dan beralih ke wilayah kabupaten dengan UMR yang lebih rendah. UMR yang didapatkan oleh kaum buruh pastilah digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun realitas kehidupan hari ini semua serba mahal. Pendidikan, kesehatan, harga sembako dan kebutuhan lainnya yang juga mahal, sehingga sangat wajar buruh menuntut keadilan bagi dirinya.
Kenaikan gaji sebenarnya harus diimbangi dengan perbaikan di subsistem lainnya seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Ekonomi yang cenderung ke arah liberal kapitalis hari ini akan meniscayakan kaum kapital untuk memiliki berbagai sumber daya alam. SDA yang semestinya dikelola pemerintah untuk membiayai infrastruktur, pendidikan, kesehatan untuk rakyat.
Justru dijual kepada swasta maupun asing. Tak ada yang mampu menghalangi kebijakan tersebut karena aturan hari ini juga menghalalkan hal yang demikian. Sehingga, kesejahteraan buruh akan terjamin tatkala kita kembali kepada aturan yang benar dan sempurna, aturan yang bukan atas kepentingan individu apalagi kelompok, yakni aturan Islam.
Pengirim: Yuni Auliana Putri, Mahasiswa Universitas Negeri Malang