Rabu 13 Mar 2019 06:35 WIB

Kesedihan Rasulullah kala Para Penghafal Alquran Dibantai

Rasulullah SAW sedih karena 70 sahabatnya yang hafal Alquran dibantai musuh.

Ilustrasi Membaca Alquran
Foto: dok. Republika
Ilustrasi Membaca Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasulullah SAW kerap menerima ujian dalam menyebarkan dakwah Islam kepada umat manusia. Di antaranya adalah pengkhianatan yang menyebabkan musnahnya nyawa para sahabat mulia yang hafal Alquran.

Insiden itu disebut sebagai tragedi Bir Ma'una. Sebanyak 70 orang sahabat Rasulullah SAW terbunuh oleh para pengkhianat. Karena hafal Alquran, para sahabat Nabi SAW itu digelari Jama'ah Qurra'. Sebagian besar dari mereka berasal dari kaum Anshar.

Baca Juga

Rasulullah sangat menyayangi mereka. Para sahabat ini senantiasa menghabiskan malam hari dengan berzikir dan membaca Alquran di masjid. Pada siang hari, banyak di antaranya yang menghadiri majelis Rasulullah SAW.

Bagaimana insiden nahas itu bermula? Awalnya, datang seorang laki-laki bernama Amir bin Malik. Dia berasal dari Bani Amir, sebuah kabilah di Nejed. Kepada Nabi SAW, dia meminta agar beliau mengirimkan Jama'ah Qurra' itu kepada kabilahnya.

 

Para sahabat yang hafizh itu dimintanya untuk mengajarkan Islam dan Alquran kepada kaumnya.

Mulanya, Rasulullah SAW merasa ada yang tidak beres. Beliau khawatir bila nantinya akan terjadi sesuatu yang buruk atas para sahabatnya tersebut.

Namun, Amir bin Malik terus membujuk Nabi Muhammad SAW. Dia bahkan memberikan jaminan atas keselamatan mereka dengan dirinya sendiri. Akhirnya, Rasulullah SAW mengizinkan. Beliau mengirimkan ketujuh puluh orang sahabatnya itu kepada kabilah Bani Amir.

Di samping itu, beliau juga menitipkan kepada mereka sepucuk surat. Isinya, ajakan untuk memeluk Islam kepada segenap pimpinan kabilah tersebut. Pemuka kabilah sasaran dakwah ini bernama Amir bin Tufail.

Maka berjalanlah mereka. Tatkala hampir sampai di perkampungan Bani Amir, para sahabat ini pun berkemah di sebuah tempat yang bernama Bir Ma'una.

Salah seorang sahabat yang bernama Haram pergi ke perkampungan Bani Amir. Tujuannya, menemui pimpinan kabilah sekaligus menyampaikan surat dari Rasulullah SAW tadi.

Namun, pimpinan kabilah tersebut, Amir bin Tufail, ternyata amat membenci Islam. Dia menampik surat dari Nabi SAW itu. bahkan sebelum membacanya.

Tanpa banyak cakap, keponakan Amir bin Malik itu langsung melemparkan tombak ke tubuh Haram, sehingga sang sahabat ini gugur seketika. Menjelang ajalnya, Haram masih sempat berseru: "Demi Tuhannya Ka'bah, aku telah mencapai kejayaan!"

Amir bin Tufail tidak mengindahkan jaminan yang telah diberikan Amir bin Malik atas segenap Jama'ah Qurra' it. Tidak peduli pula pada kebiasaan di Jazirah Arab, yakni tidak boleh membunuh duta dari kabilah luar.

Setelah itu, Amir bin Tufail mengajak kaumnya agar membantai para sahabat Nabi yang masih berkemah di Bir Ma'una. Awalnya, para bawahannya ragu-ragu karena adanya jaminan yang telah diberikan Amir bin Malik kepada para sahabat Rasulullah SAW itu.

Amir bin Tufail pun menggalang dukungan dari kabilah-kabilah lain di sekitar perkampungannya. Setelah pasukan koalisi itu terkumpul dalam jumlah yang besar, maka serbuan pun dijalankan.

Mereka membunuh semua sahabat Nabi yang ada di sana kecuali satu orang yang tersisa, Ka'ab bin Zaid. Pria ini dikira telah meninggal, padahal masih bernyawa meski luka-luka.

Kabar pembantaian ini pun sampai ke telinga Rasulullah SAW. Beliau sangat sedih dan marah atas kebiadaban Amir bin Tufail dan sekutu.

Sejak saat itu, dalam tiap shalat lima waktu berjamaah, Nabi SAW membacakan doa qunut nazilah kala memimpin shalat. Itu dilakukannya selama beberapa puluh hari. Dalam doa itu, Rasulullah SAW menyebut nama-nama kabilah dari pasukan koalisi tersebut, dengan harapan Allah SWT menimpakan balasan kepada mereka.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement