Otonomi Khusus Papua Berdampak Positif

Selasa , 21 Jun 2016, 19:53 WIB
Fadli Zon
Foto: MgROL29
Fadli Zon

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Ketua Tim Pemantau Otsus Papua Fadli Zon menilai, otonomi khusus di Papua telah memberikan dampak positif terhadap masyarakat disana. Sebab, sebelum ada Otsus, Papua mengalami banyak ketertinggalan.

Menurutnya, Otsus merupakan sebuah afirmative action karena ada ketertinggalan di berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi rakyat dan infrastruktur.

''Ada yang mengatakan Otsus gagal, ada juga kemajuan, seperti IPM yang meningkat, kemiskinan absolut di Papua juga berkurang dan di bidang infrastruktur,'' kata Fadli, dalam sebuah diskusi, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (21/6).

Di bidang pendidikan contohnya, kecenderungan untuk pendidikan semakin naik, usia sekolah anak 7-12 tahun cukup besar yang mengenyam pendidikan. Yang jadi persoalan tinggal distribusi sekolah dan guru, serta alokasi anggaran.

Kondisi kesehatan pun mulai meningkat, jika dilihat dari spersentase persalinan, seberapa banyak ibu-ibu yang meninggal saat persalinan. Sebab, Papua berada di posisi akhir pada 2014, dengan jumlah ibu-ibu yang meninggal tanpa ditolong tenaga kesehatan.

''Tinggal, masalah yang dihadapi distribusi puskesmas dan tenaga kesehatan, dan alokasi sebesar 15 persen tidak dilihat secara jelas,'' ucapnya.

Kondisi perekonomian rakyat pun dianggap sudah mengalami peningkatan. Hanya saja, peningkatan taraf ekonomi ini menimbulkan gap yang besar dengan pengusaha besar dan ekonomi tradisional.

Sementara, untuk infrastruktur dengan total anggaran Rp 52, 67 triliun sejak tahun 2002 hingga 2016 belum terlihat menggembirakan. Dampak dari anggaran yang ada dianggap belum menunjukan manfaat yang maksimal.

''Belum lagi, ada ketidakpuasan di tanah Papua baik internal maupun pusat,'' tutur wakil ketua DPR tersebut.

Frans Albert Yoku Kepala Suku, Pejuang Papua di luar negeri yang kembali ke tanah air dan menjadi pembela NKRI berharap, rakyat jangan dibenturkan dengan aparat keamanan seperti beberapa waktu lalu. Apa yang terjadi di Papua, kata dia, hanya dinamika politik yang perlu diberikan ruang.

''Cukup diajak diskusi. Saya melihat rakyat Papua untuk diberikan kesempatan untuk mempengaruhi kebijakan di pemerintah pusat,'' jelasnya.

Apalagi, 30 persen lebih masyarakatnya hidup dalam kemiskinan. Padahal total alokasi Otsus mencapai Rp 200 triliun dalam lima tahun.

JAKARTA --Ketua Tim Pemantau Otsus Papua Fadli Zon menilai, otonomi khusus di Papua telah memberikan dampak positif terhadap masyarakat disana. Sebab, sebelum ada Otsus, Papua mengalami banyak ketertinggalan.

Menurutnya, Otsus merupakan sebuah afirmative action karena ada ketertinggalan di berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi rakyat dan infrastruktur.

''Ada yang mengatakan Otsus gagal, ada juga kemajuan, seperti IPM yang meningkat, kemiskinan absolut di Papua juga berkurang dan di bidang infrastruktur,'' kata Fadli, dalam sebuah diskusi, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (21/6).

Di bidang pendidikan contohnya, kecenderungan untuk pendidikan semakin naik, usia sekolah anak 7-12 tahun cukup besar yang mengenyam pendidikan. Yang jadi persoalan tinggal distribusi sekolah dan guru, serta alokasi anggaran.

Kondisi kesehatan pun mulai meningkat, jika dilihat dari spersentase persalinan, seberapa banyak ibu-ibu yang meninggal saat persalinan. Sebab, Papua berada di posisi akhir pada 2014, dengan jumlah ibu-ibu yang meninggal tanpa ditolong tenaga kesehatan.

''Tinggal, masalah yang dihadapi distribusi puskesmas dan tenaga kesehatan, dan alokasi sebesar 15 persen tidak dilihat secara jelas,'' ucapnya.

Kondisi perekonomian rakyat pun dianggap sudah mengalami peningkatan. Hanya saja, peningkatan taraf ekonomi ini menimbulkan gap yang besar dengan pengusaha besar dan ekonomi tradisional.

Sementara, untuk infrastruktur dengan total anggaran Rp 52, 67 triliun sejak tahun 2002 hingga 2016 belum terlihat menggembirakan. Dampak dari anggaran yang ada dianggap belum menunjukan manfaat yang maksimal.

''Belum lagi, ada ketidakpuasan di tanah Papua baik internal maupun pusat,'' tutur wakil ketua DPR tersebut.

Frans Albert Yoku Kepala Suku, Pejuang Papua di luar negeri yang kembali ke tanah air dan menjadi pembela NKRI berharap, rakyat jangan dibenturkan dengan aparat keamanan seperti beberapa waktu lalu. Apa yang terjadi di Papua, kata dia, hanya dinamika politik yang perlu diberikan ruang.

''Cukup diajak diskusi. Saya melihat rakyat Papua untuk diberikan kesempatan untuk mempengaruhi kebijakan di pemerintah pusat,'' jelasnya.

Apalagi, 30 persen lebih masyarakatnya hidup dalam kemiskinan. Padahal total alokasi Otsus mencapai Rp 200 triliun dalam lima tahun.