DPR: Divestasi Freeport Lewat IPO tidak Sepantasnya

Senin , 19 Oct 2015, 16:03 WIB
Freeport
Freeport

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekali lagi DPR bersuara soal "ngebetnya" Freeport untuk bisa melepas saham lewat initial public offering atau IPO.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha menyatakan, sejatinya proses divestasi harus ditawarkan kepada pemerintah agar kedudukan negara lebih tinggi dibanding Freeport dalam hak pengelolaan sumber daya alam.

Satya melanjutkan, apabila memang pemrintah pusat tidak mau mengambil jatah saham, boleh lah ditawarkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Namun, lanjutnya, tidak dengan mengadakan saham ke swasta atau IPO.

"Kita menginginkan supaya proses divestasi itu betul-betul yang memberikan porsi keberadaan negara lebh tinggi, di dalam kepemilikan Freeport," ujar Satya, Ahad (18/10).

Idealnya, jumlah divestasi yang ditawarkan kepada pemrintah sebesar 51 persen. Hanya saja perihal angka pasti divestasi ini memang tidak diatur dalam UU Mineral dan Batubara nomor 4 tahun 2009.

"Ini merupakan hal yang akan kita koreksi di dalam revisi UU Minerba. Karena idealnya proses divestasi itu sampai dengan 51 persen. Divestasi menjadi tidak layak atau tidak bisa disamakan dengan orang menjual melalui IPO. IPO adalah aksi korporasi  saja. Divestasi adalah aksi korporasi yang diatur dalam hal ini oleh UU," kata Satya lagi.

Satya melanjutkan, tidak masalah apabila Freeport ingin melakukan IPO secara bisnis. Hanya saja, Freeport yang berinduk di AS ini tidak bisa semata-mata mengklaim aksi korporasi IPO sebagai bentuk divestasi kepada negara. Pasalnya, divestasi kepada negara haruslah negara yang mendapat hak nya.