Kamis 05 Oct 2017 14:09 WIB

Peran DPD Harus Lebih Besar di Bidang Perencanaan

 Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang memberikan sambutan dalam Simposium Nasional Pemantapan Pelaksanaan Otonomi Daerah:Mewujudkan Kewajiban Konstitusional DPD RI di Gedung Nusantara IV Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (4/10).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang memberikan sambutan dalam Simposium Nasional Pemantapan Pelaksanaan Otonomi Daerah:Mewujudkan Kewajiban Konstitusional DPD RI di Gedung Nusantara IV Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (4/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagaimana meningkatkan peran Dewan Perwakilan Daerah Repubulik Indonesia (DPD RI) dalam pelaksanaan otonomi daerah? Itulah salah pokok bahasan dalam Simposium Nasional yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengkajian (Lemkaji) MPR yang berlangsung di Gedung Nusantara IV, Kompleks MPR Senayan, Jakarta, Rabu (4/10).

Pada sesi II yang membahas tema Proses Perencanaan Pembangunan & Penggaran APBN untuk Daerah, Mewujudkan Kewajiban Konstitusional DPD RI, menampilkan empat narasumber, yakni Menteri PPN yang juga Ketua Bappenas Bambang S. Brodjonegoro, Lisbon Sirait mewakili Menteri Keuangan, mantan Ketua MK, Hamdan Zulfa dan Direktur INDEF Eni Hartati. Berperan sebagai moderator Hajriyanto Y Thohari, mantan Wakil Ketua MPR atau anggota Lemkaji MPR.

Berdasarkan kajian khusus INDEF, otonomi yang tujuannya untuk memperbaiki keadaan, supaya hasil pembangunan bisa merata, tapi ternyata terjadi anomali. Seperti dikatakan oleh Direktur INDEF Eni Hartati, dari hasil kajian ditemukan bahwa setelah diberlakukannya otonomi daerah, justru ketimpangan semakin lebar. Begitu juga dalam hal kualitas pembangunan juga menurun.

Kenaikan dana transfer daerah, masih kata Eni, tidak membuat pertumbuhan naik tapi justru ketimpangan semakin memburuk. “Kalau pertumbuhan naik, ketimpangan rendah, itu masih bisa diterima logika. Tapi, yang menjadi persoalan, dana transfer daerah meningkat, pertumbuhan rendah, dan ketimpangan meningkat, “ ujar Eni melalui siaran persnya.

Penyebabnya antara lain tidak ada sinkronisasi perencanaan pembangunan antardaerah kabupaten kota, provinsi, dan level nasional.

Oleh karena itu, Bambang S. Brodjonegoro berpendapat, peran DPD semestinya lebih besar pada bidang perencanaan, bukan pada penganggaran. Kalau penganggaran itu sudah tugas DPR RI. “Perencanaan ini jadi penting, karena antara perencanaan pembangunan di level paling bawah, kabupaten kota, provinsi, hingga level pusat harus nyambung,” kata Bambang Brodjonegoro.

Tapi, meningkatkan peran DPD lebih dari itu, agaknya masih sulit. Seperti, kata Hamdan Zulfa, desain awal dari DPD adalah peningkatan peran Fraksi Utusan Daerah yang bersidang di Jakarta sekali setahun. Menurut Hamdan Zukfa dibanding peran Utusan Daerah, peran DPD ini sudah bagus. DPD tidak didesain untuk penyeimbang DPR RI. Peran DPD juga sudah ditingkatkan oleh putusan MK, yang waktu itu ketuanya Hamdan Zulfa, sehingga DPD  bisa mengajukan rancangan undang-undang ke DPD dan DPR, lalu dibahas bersama-sama.

“Tapi, dalam hal pengambilan putusan tetap wewenangnya DPR,” katanya.

Namun jika ingin memperkuat lagi peran DPD, menurut Hamdan Zulfa, ideal harus melalui perubahan konstitusi. Dengan mengubah menambah dan mengurangi sedikit kata-kata di Pasal 22 D UUD NRI Tahun 1945.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement