Rabu 23 Mar 2016 20:41 WIB

Armada Pengawasan di Perairan Natuna Harus Diperkuat

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Farouk Muhammad.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Farouk Muhammad.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad mengatakan, armada pengawasan perikanan di perairan Natuna perlu diperkuat oleh pemerintah Indonesia untuk menghentikan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal.

"Illegal Fishing telah menyebabkan kerugian yang luar biasa bagi negara. Penindakan, pengawasan dan penghentian terhadap pelaku ilegal fishing memerlukan keseriusan pemerintah beserta seluruh pihak yang terkait," kata Farouk Muhammad dalam rilis yang diterima di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, pencurian ikan yang terjadi di perairan Natuna oleh kapal nelayan dari Cina selain telah mengambil sumber daya laut Indonesia, disisi lain juga telah melakukan pelanggaran kedaulatan negara karena telah masuk wilayah perairan Indonesia.

Farouk juga menyesalkan tindakan "coast guard" (penjaga pantai) Cina yang telah melakukan perlindungan terhadap pelaku kejahatan.

Farouk yang menuntaskan Master of Criminal Justice Administration dari Amerika Serikat itu menjelaskan, Kapal Nelayan dan Pembelaan Kapal Penjaga laut China secara faktual telah melanggar Undang-Undang (UU) 43/2008 tentang Wilayah Negara pasal 7 yang menyatakan Negara Indonesia memiliki hak-hak berdaulat dan hak-hak lain di Wilayah Yurisdiksi yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.

Wakil Ketua DPD mengapresiasi Kementerian Luar Negeri yang telah melayangkan nota diplomatik atas tindakan yang dilakukan penjaga antai Cina terhadap penggagalan penangkapan kapal ilegal KMK way Fey oleh di perairan Natuna.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyesalkan klaim sepihak Republik Rakyat Cina yang menyatakan kapal KW Kway Fey 10078 yang ditangkap aparat Indonesia berada dalam kawasan perikanan tradisional mereka.

"(Pernyataan Cina) itu klaim yang tidak betul, tidak mendasar dan tidak diakui oleh dunia internasional," kata Menteri Susi kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/3).

Susi memaparkan, alasan Cina mengenai "traditional fishing ground" (tempat perikanan tradisional) di Natuna tidak diakui oleh aturan internasional termasuk Konvensi Hukum Laut PBB.

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendeteksi adanya pergerakan kapal yang diduga menangkap ikan secara ilegal di perairan Natuna, Sabtu (19/3), sekitar pukul 14.15 WIB.

Kapal tersebut diketahui sebagai KM Kway Fey yang berbendera Cina. Kemudian, kapal milik KKP yakni KP Hiu 11 mendatangi kapal motor tersebut dan mengamankan delapan awak buah kapal (ABK).

Kemudian, saat KM Kway Fey akan dibawa petugas KKP, tiba-tiba datang kapal coastguard Tiongkok yang datang mendekat dan menabrak Kway Fey, dengan dugaan agar kapal ikan asal Tiongkok tersebut tidak bisa dibawa ke daratan Indonesia.

Untuk menghindari konflik, petugas KKP meninggalkan Kway Fey dan kembali ke KP Hiu 11 dan hanya berhasil membawa delapan ABK.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement