Selasa 28 Dec 2010 05:54 WIB

Pinjamkan KTP untuk Dapat BLT, Warga Miskin Jadi Korban Penipuan

Rep: M As’adi/ Red: Johar Arif
Pemberian BLT, ilustrasi
Pemberian BLT, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,TEMANGGUNG - Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Itulah yang dialami puluhan warga miskin Desa Tanjungsari, Kecamatan Tlogomulyo, Desa Gandu Kecamatan Tembarak dan Desa Kundisari Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung. Berharap menerima bantuan langsung tunai (BLT), mereka malah disuruh membayar utang hingga jutaan rupiah meski tak pernah meminjam uang.

‘’Kami ditipu mentah-mentah oleh oknum polisi, kami tidak merasa berutang tapi harus membayar utang,’’ ujar Agus Sriyono, salah seorang korban. Mereka kini menunggu tindakan pihak kejaksaan setempat yang berjanji akan membantu menangani kasus yang menimpa mereka. ‘’Kami minta tolong ke Kejaksaan, karena tindakan polisi terhadap pelaku tidak tegas.’’

Kasus ini berawal ketika  seorang oknum polisi berinisial A mendatangi Agus pada bulan Maret 2009. Oknum tersebut datang untuk meminjam KTP dan KK miliknya yang akan digunakan untuk mencairkan dana bantuan kepada warga miskin.

 ‘’Saya dapat imbalan Rp 150 ribu, dan oknum tersebut juga meminta agar saya  mengumpulkan KK dan KTP milik warga miskin di daerah saya,’’ katanya.

Permintaan ini dituruti Agus karena oknum tersebut cukup serius dan tampak bisa dipercaya. Ia pun mengumpulkan KTP dan KK milik warga dan sanak familinya. Sedikitnya, ada 30 orang yang menyetor KTP dan KK tersebut.

 ‘’Setelah saya  menyerahkan KTP dan KK, orang suruhan A mendatangi warga dan meminta menandatangani sejumlah berkas untuk kemudian akan diberi uang tunai antara Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu,’’ katanya.

Tapi rupanya, warga yang sudah berharap menerima bantuan justru tercengang. Pasalnya, bukan dana  bantuan yang cair, tapi justru petugas BPR-BKK yang datang menagih utang. ‘’Lah, kami kaget dan terbengong-bengong, karena tidak pernah utang kok harus membayar utang,’’ kata Agus.

Ternyata, KK dan KTP tersebut bukan untuk mencairkan dana bantuan bagi warga miskin, namun untuk mencairkan utang guna kepentingan pribadi. Rata-rata utang yang harus dibayarkan antara Rp 7 juta sampai Rp 9 juta.

‘’Kami lapor ke polisi. Kasusnya sudah diproses, tetapi sudah lima bulan menggantung,” lanjut Agus.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement