Kamis 07 Oct 2010 00:47 WIB

UCY Cari Masukan untuk Revisi UU ITE

Rep: Yoebal Ganesha/ Red: Budi Raharjo
Ilustrasi
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Universitas Cokroaminoto Yogyakarta menjalin kerja sama dengan Kementrian Hukum dan HAM dalam rangka penjaringan pendapat masyarakat dalam rangka revisi UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

''Kami juga bekerjasama dengan Kementerian Hukum dan HAM dalam sosialiasi Undang-undang Hak Cipta dan Hak Paten, terutama untuk kelompok perajin dan industri kecil, agar karya-karya mereka tak mudah dicuri orang begitu saja,'' tutur Rektor Universitas Cokroaminoto Yogyakarta, Zulklifi Halim, Rabu (06/10).

Dalam rangka kerja sama ini, kata Zulkifli, UCY menggelar acara dialog hukm dan non hukum berkaitan dengan rencana revisi UU No 11 tahun 2008, yang digelar di Hotel Santika Yogyakarta, sepanjang Rabu (6/10). Acara ini digelar bekerjasama dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional di Kementrian Hukum dan HAM.

Menurut dia, diakui keberadaan UU ini saat ini cukup membuat masyarakat takut untuk mempergunakan secara maksimal kemajuan-kemajuan yang dicapai di bidang dunia teknologi informasi.  Sebagai contoh, katanya, adalah dengan mencuatnya kasus Prita Mulyasari vs Rumah Sakit Omni Internasional, yang berakhir dengan penahanan terhadap Prita. ''Hanya karena curhat melalui internet, Prita dikenai pasal 27 ayat 3 UU ITE ini dengan ancaman hukuman sampai lima tahun penjara,'' tuturnya.

Adanya kasus Prita ini, katanya, cukup membuat masyarakat khawatir dalam menggunakan secara maksimal teknologi informasi untuk berbagai kepentinga n mereka, bait untuk usaha, pendidikan, bahkan untuk bersilaturahim antarsesama. Katanya, UU itu bahkan sempat dianggap semacam ''hantu di siang bolong'' yang bisa sewaktu-waktu dipakai untuk memidanakan para pengguna IT.

Seharusnya, kata dia, UU itu juga bisa betul-betul menjadi pelindung dan pengayom serta juga menjamin kepastian hukum dan rasa aman bagi masyarakat pengguna TI. Rektor mengatakan memang sejumlah pasal pada UU itu harus direvisi untuk kepentingan tersebut, diantaranya pasal-pasal yang menyangkut norma-norma yang dilarang berserta juga berkaitan dengan sanksi-sanksi pidananya.

''Intinya, jangan sampai pasal-pasal pada undang-undang itu terkesan menjadi pasal karet yang dapat dipergunakan oleh orang-orang yang berkuasa untuk memidanakan warga masyarat,'' tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement