REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Dunia Internasional mendesak Presiden Mesir, Hosni Mubarak untuk menahan diri dari kekerasan terhadap demonstran tak bersenjata. Para pemimpin dunia juga memintanya untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi pemilihan umum yang bebas dan adil.
Amerika Serikat kembali menyerukan bahwa tidak cukup hanya resuffle kabinet untuk menjawab kemarahan rakyat. "Reformasi menyeluruh tetap harus dilakukan," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, PJ Crowley, dalam pesan di Twitter.
Pemecatan para menteri dan resuffle kabinet, katanya, menunjukkan bahwa Mubarak tidak punya niat untuk mengundurkan diri.
"Janji reformasi Presiden Mubarak harus diikuti oleh tindakan," kata Crowley. Ia mengulangi imbauan Obama agar Mubarak mengembangkan dinamika politik baru.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis di Berlin pada Sabtu, para pemimpin Inggris, Perancis, dan Jerman mengatakan mereka "sangat khawatir tentang kondisi di Mesir".
"Kami meminta Presiden Mubarak untuk meninggalkan segala bentuk kekerasan terhadap warga sipil tak bersenjata dan mengakui hak damai para demonstran," kata pernyataan bersama pemimpin tiga negara.
"Kami meminta Presiden Mubarak untuk memulai proses transformasi serta pemilihan umum yang bebas dan adil."
Trio Eropa mengimbau Mubarak untuk menanggapi keluhan rakyatnya dan mengambil langkah untuk memperbaiki situasi hak asasi manusia di negara itu.
"Kami mengakui peran seimbang Presiden Mubarak selama bertahun-tahun di Timur Tengah. Sebaiknya ia mengadopsi pendekatan moderat yang sama dengan situasi saat ini di Mesir," kata pernyataan itu.
Pesan internasional datang jam setelah Mubarak menunjuk kepala negara intelijen untuk jabatan wakil presiden. Omar Suleiman, kepala mata-mata Mesir, disumpah pada hari Sabtu, menandai pertama kalinya Mubarak menunjuk wakil presiden selama 30 tahun pemerintahannya. Ahmad Shafiq, seorang mantan komandan angkatan udara, diangkat sebagai perdana menteri.
Namun bagaimanapun, pengangkatan itu gagal untuk memuaskan pengunjuk rasa.