Kamis 23 Aug 2018 01:00 WIB

Pengalaman Menonton Gratis Asian Games di Arena Bridge

Bridge pertama kalinya dipertandingkan di Asian Games.

Red: Nur Aini
Olahraga bridge (ilustrasi)
Foto: wikipedia
Olahraga bridge (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Arena pertandingan cabang bridge di Ballroom Jakarta International Expo (JIExpo) di Kemayoran Jakarta, Rabu (22/8) terlihat berbeda dengan cabang lainnya yang juga digelar dalam ruangan (indoor).

Penonton tidak akan menemukan atlet bertanding dan saling berhadapan dengan kartu disusun di atas meja, seperti cabang olahraga lainnya. Arena penonton ditempatkan di lantai tiga gedung, sementara arena pertandingan di lantai dua di  gedung yang  sama.

Untuk menyaksikan jalannya pertandingan, panitia memasang layar lebar dan beberapa televisi berukuran cukup besar, serta sekitar 50 kursi untuk para penonton. Hal yang terlihat di layar televisi tersebut bukanlah atlet yang sedang bertanding, tapi hanyalah berupa vuegraph atau tampilan kartu di layar televisi yang memperlihatkan jalannya pertandingan.

Penonton awam dipastikan akan dibuat pusing untuk memahami jalannya pertandingan jika tidak dipandu oleh mereka yang mengerti olahraga yang untuk pertama kali dipertandingkan di Asian Games itu.

Nuri, warga Depok berusia sekitar 25 tahun, adalah salah satu dari segelintir penonton yang jumlahnya tidak sampai 50 orang. Ia mengaku datang seorang diri dan hampir tidak memahami secara mendalam jenis olahraga itu.

"Saya memang suka main kartu, termasuk main bridge, tapi belum terlalu memahami. Makanya saya datang ke sini untuk ingin tahu lebih jauh," katanya.

Nuri pun mendapat penjelasan dari Herry Gere, seorang panitia yang dengan suka rela menjelaskan jalannya pertandingan, aturan pertandingan, posisi tim tuan rumah Indonesia, serta peluang yang akan diraih.

Nuri mengakui bahwa ia sengaja datang ke arena pertandingan bridge setelah mengetahui bahwa cabang tersebut adalah satu-satunya cabang dalam ruangan yang tidak memungut bayaran alias gratis. Cabang lain yang tidak memungut bayaran adalah paralayang, balap sepeda jalan raya di Subang, dan kano slalom di Bendung Rentang, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.

Tapi keingintahuan dan rasa penasaran dengan pertandingan bridge ternyata bukan satu-satunya alasan Nuri untuk menyambangi arena bridge.

"Saya ingin bertemu dan berfoto dengan Pak Bambang Hartono, saya dengar beliau juga memperkuat kontingen Indonesia," katanya.

Michael Bambang Hartono adalah salah satu atlet bridge Indonesia dan bukan saja tercatat sebagai atlet paling senior Indonesia di usia 78 tahun, tapi juga adalah orang terkaya di Indonesia, salah satu bos perusahaan rokok PT Djarum Kudus. Nuri tampak kecewa ketika mendapat informasi bahwa penonton ternyata tidak bisa berinteraksi langsung dengan atlet bridge karena harus bermain di ruangan khusus.

Selain Nuri, penonton lain yang penasaran dengan cabang bridge adalah Daniel (29 tahun), warga Balikpapan yang baru beberapa bulan menetap di Jakarta.

Seperti halnya Nuri, Daniel yang berdomisili di Bogor mengatakan bahwa gratis biaya masuk adalah alasannya untuk menyaksikan cabang bridge. Hal itu karena cabang yang populer tidak hanya mahal, tapi juga sudah tidak ada lagi tiket tersisa.

"Saya sudah coba cari di internet informasi tentang harga tiket. Semuanya mahal meski bukan cabang terkenal. Akhirnya saya memilih menonton bridge, sekalian untuk belajar," katanya.

Sementara itu Herry Gere, panitia pertandingan mengakui bahwa cabang bridge bukanlah cabang populer sehingga akan sulit untuk mendatangkan penonton jika mereka harus membayar seperti cabang lainnya. "Sebagai panitia, kami berusaha agar masyarakat semakin mengenal bridge dan sekaligus menghapus stigma bahwa olahraga ini identik dengan judi," kata pria asal Padang ini.

                                                                                   

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement