Kamis 17 Mar 2011 17:35 WIB

Kemenkes Optimis RPP Badan Pengawas RS Tunas Tahun Ini

Rep: Prima Restri/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementrian Kesehatan (Kemenkes) optimis bahwa rancangan peraturan pemerintah tentang badan pengawas rumah sakit selesai pata tahun ini. Hal ini diutarakan Direktur Bina Upaya Kesehatan Rujukan, Chairul Rajab Nasution di sela Dialog Interaktif Mengenai Pelyanan Kesehatan Rumah Sakit di Jakarta, Kamis (17/3). "RPP ini domain dari Kemenkes. Saat ini kami sedang berlari kencang. Target tahun ini bisa selesai," tutur Chairul kepada wartawan.

Karena, RPP ini sangat penting untuk menjadi upaya menjaga mutu rumah sakit di pusat dan daerah. Chairul mengatakan di sisi lain terkait menjaga mutu pelayanan juga dipengaruhi oleh sistem rujukan. Karena tidak setiap rumah sakit tidak disiapkan untuk mengatasi seluruh kasus penyakit karena itu ada sistem rujukan.

"Jika memang hanya sakit batuk atau flu tidak perlu ke RS besar seperti RS Ciptomangunkusumo," kata Chairul. Dengan penyakit seperti itu seharusnya bisa mendatangani rumah sakit yang lebih kecil atau cukup di Puskesmas.

Akibatnya, Chairul mencontohkan jika semua pasien berobat ke RSCM yang terjadi seharusnya pasien bisa dilayani tapi karena terlalu banyak yang terjadi adalah antrian panjang untuk dilayani. "Pasien akhirnya tidak mendapatkan pelayanan sesuai dengan yang diharapkan karena terjadi stagnasi di rumah sakit-rumah sakit besar," tutur dia.

Sementara itu Ketua Kompartemen Umum, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Djoti Atmodjo mengatakan salah satu amanat dalam Undang-undang (UU) No 44 tahun 2009 tentang rumah sakit adalah pembentukan Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS). Adanya PP tentang BPRS ini akan memperjelas rambu-rambu bagi rumah sakit.

Namun dengan adanya UU kesehatan, jelas Djoti sudah bisa memberikan peraturan yang jelas bagi rumah sakit dalam melaksanakan fungsinya. Dan juga hak pasien terkait dengan layanan rumah sakit. Sehingga belum adanya PP sebagai peraturan pelaksanaannya, RS sudah seharusnya mengikuti aturan yang dalam UU. Diantaranya pengaturan tentang standar pelayanan minimum (SPM) RS sebagai salah satu faktor akreditasi RS.

Namun higga kini dikatakan masih sangat banyak rumah sakit yang belum memiliki akreditasi.Catatan PERSI menunjukkan bahwa baru 41 persen dari seluruh rumah sakit sebanyak 1.523 yang memiliki akreditasi.''Jadi masih ada sekitar 59 persen lagi yang belum terakreditasi. Masih cukup banyak,'' kata Djoti.

RS yang belum terakreditasi ini diberikan waktu dua tahun sejak dikeluarkannya UU NO 44 tahun 2009 untuk memenuhi akreditasi.Akreditasi ini berlaku sejak 28 Oktober 2009 sehingga akan berakhir pada 28 Oktober 2011 mendatang.

Jika sisa RS yang belum terakreditasi tetap tidak memenuhi akreditasi maka akan dikenai beberapa tahapan. Mulai dari teguran, teguran tertulis, denda hingga pencabutan izin operasi RS.

Dialog interaktif yang dihadiri oleh 62 perwakilan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM),organisasi profesi,RS, pimpinan media dan Kementrian Kesehatan.Dan sebagai pembicara yaitu Ketua II Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Sumarjati Arjoso, Ketua Forum Warga Kota Jakarta, zas Tigor Nainggolan, Pemimpi Redaksi Republika Nasihin Masha.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement