Jumat 04 Feb 2011 17:17 WIB

Presiden Diminta Buka Dialog Baru dengan Papua

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: Djibril Muhammad
Musyawarah Rakyat Papua
Musyawarah Rakyat Papua

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membuka dialog baru dalam menanggapi aspirasi masyarakat Papua. Hal itu penting karena beberapa pekan terakhir tuntutan masyarakat Papua terhadap pemerintah pusat makin tinggi, seperti permintaan referendum.

"Presiden harus mengambil langkah konkrit, seperti menuntun masyarakat sipil untuk berdialog, kuncinya ada pada Presiden," kata anggota Komnas HAM, Ridha Saleh, di kantornya, Jumat (4/1).

Menurut dia, dialog harus segera dilakukan dalam waktu dekat ini karena momennya sangat tepat. "Januari ada tiga kali aksi yang dimotori oleh tokoh-tokoh adat melalui MRP (Majelis Rakyat Papua) yang mengembalikan otsus (otonomi khusus) dan meminta referendum," ujar Ridha menegaskan.

Presiden, lanjut dia, harus sensitif terhadap masalah tersebut. Ridha tidak ingin masalah Papua terus mengemuka ke dunia internasional. Terkait hal itu, Ridha mengaku sudah mendengar bahwa Presiden sudah menugaskan utusan khusus pemerintah pusat ke Papua untuk menggagas dialog, yakni Bambang Darmono dan Farid Husein. "Tugas dua orang utusan khusus ini harus diperjelas," katanya.

Sejak diutus pada Desember 2010, belum ada hasil signifikan. Menurut Ridha, dialog baru yang harus dibuka pemerintah adalah dialog pada tiga level masyarakat Papua, yakni membuka komunikasi dengan kelompok Organisasi Papua Merdeka, komunitas masyarakat sipil, dan blok-blok politik Papua. "Perlu didesain dialog dengan tiga level itu," katanya.

Ridha mengatakan, utusan khusus pemerintah pusat ini harus mendorong konsolidasi di Papua. Setelah ada utusan khusus itu, berbagai elemen di Papua akan mengonsolidasikan diri dan mengirimkan wakilnya untuk berdialog dengan pemerintah pusat. Dialog itu, ujar Ridha, bisa membahas kekerasan yang beberapa kali terjadi di Papua, kemiskinan, dan masalah lain.

Ridha menambahkan, kasus Papua yang tidak tertangani dengan baik juga sangat merugikan Indonesia dalam pergaulan internasional. "Bagaimana Indonesia bisa berdiplomasi kalau fakta di lapangan tidak sesuai dengan apa yang disampaikan, di Puncak Jaya terus menerus ada kekerasan, kelaparan ada terus terjadi di Yahukimo. Indonesia akan sulit," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement