Sabtu 18 Dec 2010 02:46 WIB

Dikenakan Pajak, PKL-Warung Malang Ancam Demo

Rep: Asan Haji/ Red: Djibril Muhammad
ilustrasi
ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG--Pedagang kaki lima (PKL) dan pemilik warung di Kota Malang mengancam akan menggelar aksi demo secara besar-besaran di Balaikota Malang. Ancaman tersebut bakal dilakukan, jika Pemkot Malang memaksakan diri mengesahkan Raperda tentang usaha. Raperda tentang usaha itu isinya menyangkut penarikan pajak lima persen bagi pedagang yang beromzet minimal Rp 500 ribu per bulan atau Rp 16.666 lebih per hari.

"Pengenaan pajak pada pedagang sebesar itu merupakan pemerasan pada rakyat," terang M Taufiq, pedagang pangsit kelilingan yang mangkal di kawasan Sawojajar, Jum’at (17/12). Dia menilai, sangat tidak manusiawi jika pedagang yang pendapatannya di bawah Rp 20 ribu dikenai pajak. Alasannya, pendapatan sebanyak itu tidak cukup buat makan bersama keluarganya.

Hal senada juga diungkapkan Syarif, pedagang makanan di kawasan  Jalan Jagung Suprapto. Menurut dia, biaya yang harus ditanggung pedagang kecil seperti PKL dan warung itu tidak hanya untuk makan. Namun, juga untuk biaya pendidikan anak, bayar rekening listrik, air dan sebagainya.

Kalau penghasilan pedagang kecil itu masih ditarik pajak, kata dia, apa para pejabat itu tidak memiliki hati nurani. Menurut dia, semua pedagang kecil, sudah melakukan koordinasi, termasuklewat paguyubannya. "Mereka akan mengepung Balaikota Malang, jika Raperda tentang usaha itu tetap disahkan," katanya.

Sampai berita ini dibuat, eksekutif  Pemkot Malang bersama DPRD Kota Malang sedang menggelar sidang Paripurna. Mereka akan mengesahkan Raperda tentang Usaha tersebut di Kantor DPRD setempat, Jum’at (17/12) siang.

Raperda tentang usaha yang diajukan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Malang itu berisi tentang penarikan pajak terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) dan warung-warung yang memiliki omzet sekitar Rp 16.666 per hari akan ditarik pajak sebesar lima persen. Sedangkan PKL dan pemilik warung yang penghasilannya mencapai Rp 1,5 juta ke atas akan dikenai pajak sebesar 10 persen. 

Ketua Fraksi Golkar DPRD Kota Malang, Sofyan Edy Sudjarwoko, menentang keras rencana pengenaan pajak penghasilan (PPn) yang dibuat Dispenda Kota Malang itu. "Penarikan pajak pada PKL dan warung itu justu bisa membunuh usaha di sektor mikro. Kasihan mereka. Penghasilannya tidak seberapa. Ini tidak bisa diloloskan," kata Sofyan Edy Sudjarwoko.

Dia menjelaskan bahwa untuk menaikkan pendapatan asli daerah (PAD) lewat pajak tidak bisa dilakuan secara ngawur. Harus dilakukan lewat pengkajian dan telaah yang tidak menghilangkan faktor kemanusiaan. Menurut politisi dari partai berlambang pohon beringin ini, memang sangat tidak manusiawi jika PKL dan pemilik warung yang omzetnya hanya Rp 500 ribu per bulan ditarik pajak. Alasannya, masih banyak sektor lain yang bisa dibidik untuk mendongkrak PAD dari sektor pajak itu.

Dia contohkan seperti hotel dan restoran, hiburan, penerangan jalan umum (PJU), dan lain sebagainya. Menurut dia, penarikan pajak pada sektor tersebut masih rendah. "Itu yang justru harus dioptimalkan," katanya.

Karena itu, dia berjanji akan menentang habis-habisan untuk tidak menggolkan Raperda soal pajak PKL dan warung itu. Dewan, kata dia, hanya akan menyetujui pengenaan pajak pada PKL dan warung itu dengan batasan minumum penghasilannya Rp 5 juta  sebesar lima persen. Sedangkan yang di atas Rp 15 juta dikenai pajak sebesar 10 persen.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendapatan Kota Malang, Mardioko saat dikonfirmasi  mengatakan bahwa draf yang ada dalam Raperda itu sudah melalui telaah dan pengkajian mendalam. Itupun, kata dia, sifatnya masih berupa pengajuan. "Jadi, tergantung dewan disahkan atau direvisi. Sebab, dewan selalu menargetkan agar PAD meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Sesuai telaah dan pengkajian, ya potensi itu yang ada," pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement