Sabtu 13 Nov 2010 07:49 WIB

DPR: Banyak Anggota Dewan Belum Paham Mereduksi Emisi Karbon

REPUBLIKA.CO.ID,BANDA ACEH--Anggota DPR RI asal Aceh HM Ali Yacob mengakui banyak anggota dewan belum memahami Reducing Emissions from Deforestation and Degradation (REDD) atau mereduksi emisi karbon. "DPR juga tidak paham REDD. Jadinya saya bingung mau mengajak diskusi dengan siapa di sana," kata dia dalam diskusi dengan sejumlah aktivis lingkungan di sekretariat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh di Banda Aceh, Jumat.

REDD tersebut merupakan skema perdagangan karbon yang dikompensasikan dengan sejumlah uang oleh perusahaan industri besar penghasil karbondioksida di dunia dengan negara yang memiliki hutan. Seperti diketahui, kata dia, hutan Aceh menjadi primadona dunia bahkan disebut-sebut sebagai hutan perawan terbaik setelah hutan Amazon di Brazil. Keberadaan hutan Aceh tersebut bisa masuk dalam skema REDD.

Ironisnya, kata dia, kesempatan memperdagangkan karbon dari hutan Aceh tersebut terancam dengan marak eksploitasi bidang pertambangan yang notabene merusak hutan dan fungsi-fungsinya. Menurut politisi Partai Demokrat tersebut, izin pertambangan perlu dibatasi, khususnya yang merambah kawasan hutan, sehingga kerusakannya dihindari. "Saya pernah baca, penghentian investasi adalah investasi yang lebih besar karena bisa menghindarkan diri dari membiayai kerusakan alam yang ditimbulkan," ujarnya.

Oleh karena itu, ia berjanji membuka diri berdiskusi membahas masalah lingkungan dengan siapa pun, karena lingkungan hidup merupakan investasi bagi masa mendatang. Selain itu, kata dia, harus ada "political will" yang kuat dari pemerintah dalam mengelola masalah hutan. Jika tidak, pembuat kebijakan bisa masuk penjara. "Keputusan diambil haruslah keputusan bersama dengan melibatkan semua pihak. Apalagi banyak kepentingan politik dalam urusan lingkungan ini," ujarnya.

Ia mengatakan, akibat banyaknya kepentingan politik yang menyusup dalam pengelolaan lingkungan membuat persoalan ini menjadi samar-samar. Sementara itu, Ketua LSM Unoe Hitam Efendi Isma, yang hadir dalam diskusi tersebut, meminta pemerintah menyerahkan pengelolaan hutan dan sumber daya alam kepada masyarakat.

Dalam kesempatan tersebut peserta diskusi juga menyampaikan masukan agar pemerintah Aceh jangan mengandalkan sektor tambang dan perkebunan sawit dalam meningkatkan perekonomian daerah. "Aceh sejak dari dahulu kaya bukan karena dari tambang dan kelapa sawit. Karena itu, pemerintah Aceh jangan mengandalkan sektor tambang dan kebun sawit dalam meningkatkan perekonomian," kata dia.

Ia menyebutkan, pemerintah dalam peraturannya membagi hutan menjadi hutan negara dan hutan Adat. Kemudian Kementerian Kehutanan membagi lagi jenis hutan tersebut, hutan konservasi dan hutan desa. "Di Aceh hanya mengenal hutan adat. Kearifan lokallah yang memelihara hutan adat tersebut. Ironinya, pemerintah masih menolak memberikan kewenangan kepada masyarakat adat mengelola sendiri hutannya," kata Efendi Isma.

sumber : ant
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement