Rabu 13 Oct 2010 04:15 WIB

Larangan Merokok di Kota Bogor tak Maksimal

Rep: Sefti Oktarianisa/ Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR--Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Bogor ternyata belum maksimal. Buktinya, dari operasi tindak pidana ringan (tipiring) yang dilakukan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor di sejumlah angkutan kota (angkot) di Terminal Merdeka, Bogor Tengah, puluhan supir dan penumpang terjaring dalam razia anti rokok ini.

Umumnya mereka mengaku merokok di dalam kendaraan karena tak tahu-menahu dengan larangan merokok di angkutan kota. Padahal, ini telah diatur dengan jelas melalui peraturan daerah (perda).

''Emang ada ya, saya juga nggak pernah denger tentang Kawasan Tanpa Rokok ini,” kata Asep (19 tahun), salah satu supir angkot yang ketahuan merokok di dalam angkotnya saat sedang ngetem di Jalan Peintis Kemerdekaan, beberapa meter dari terminal, Selasa (12/10). ''Jika memang ada aturan seperi itu, seharusnya pemerintah memberikan spanduk besar berisi publikasi larangan ini.''

Hal senada juga diakui Husein (26), salah satu penumpang. Menurutnya, merokok merupakan hak asasi seseorang. ''Itu pilihan kita. Selama pabrik rokok belum dilarang, wajar dong kalau saya merokok,'' ujar lelaki ini.

KTR merupakan tempat atau ruangan yang dinyatakan terlarang untuk merokok, memproduksi, menjual, serta mempromosikan rokok. KTR dianggap perlu dilakukan karena beberapa hal di antaranya memberi perlindungan pada masyarakat terhadap bahaya asap rokok baik pada perokok langsung (aktif) dan tidak langsung (pasif).

Di Kota Bogor terdapat delapan wilayah KTR yakni tempat umum seperti pasar modern, pasar tradisional, tempat wisata, hotel dan restoran, taman kota, tempat rekreasi, angkutan umum, kereta api, dan bandar udara. Lalu wilayah perkantoran, tempat ibadah, tempat bermain dan berkumpul anak-anak, institusi pendidikan, sarana kesehatan, dan olahraga.

KTR diatur dalam Perda Nomor 12 Tahun 2009. Setiap pelanggar perseorangan bisa dikenai denda minimal Rp 5 ribu hingga maksimal Rp 1 juta, serta kurungan selama tiga hari.

Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Bogor, Rubaedah mengatakan, akan terus menggalakan operasi tipiring di sejumlah wilayah di Bogor untuk menyosialisasikan KTR. Ia mengaku operasi ini merupakan pertama kali dilakukan di Bogor. Sebelumnya operasi hanya dilakukan dalam wujud operasi simpatik.

Dari penelitian yang dilakukan Dinkes Kota Bogor tahun 2002, penduduk kelas bawah (miskin) menjadi pengkonsumsi rokok paling banyak. Mereka menghabiskan rata-rata Rp 20 miliar per tahunnya hanya untuk membeli rokok. Bahkan dari penelitian sebuah lembaga swadaya masyarakat di Bogor, No Tobacco Community (NOTC), angka perokok pemula yang terdiri dari siswa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) terus meningkat setiap tahun, hingga 70 persen di 2010 ini.

Selain Kota Bogor, sejumlah daerah juga memiliki kawasan anti rokok ini di antaranya DKI Jakarta. Di Jakarta terdapat dua aturan yang melarang merokok di tempat umum, yakni Perda No 75/2005 serta Perda No 2/2006 tentang Pengendalian Udara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement