Senin 11 Oct 2010 00:06 WIB

Harga Beras Terus Meroket di Lampung

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG--Harga beras berbagai kualitas sejak sebelum Idul Fitri hingga Ahad (10/10), terus meroket di pasar-pasar tradisional kota Bandar Lampung. Pada rentang waktu tersebut, harga beras kualitas sedang bergerak naik dari Rp 7.200 menjadi 7.600 per kg.

Pemantauan Republika di pasar tradisional kota Bandar Lampung, Ahad (10/10), pada saat Ramadhan hingga sebelum setelah Idul Fitri, harga beras kualitas rendah naik dari Rp 6.200 menjadi Rp 6.700, sedangkan kualitas super mencapai Rp 8.000 per kg.

Menurut pedagang beras di Pasar Kemiling, kenaikan dipicu tidak samanya panen padi di wilayah sentra beras di Kabupaten Tanggamus. "Hal ini dikarenakan cuaca yang tidak menentu sehingga musim tanam petani berubah," kata Waldi, pedagang beras di pasar tesebut.

Waldi mengambil beras dari sentra beras Talangpadang. Ia mengatakan, belum pernah terjadi penurunan harga beras sejak menjelang Idul Fitri hingga sekarang. "Harga beras naik terus, karena dari penggilingannya sudah naik," ujarnya.

Hermi, salah seorang konsumen yang selalu membeli beras langsung di gudang penggilingan beras di Tanggamus, menyatakan, kenaikan harga karena banyaknya permintaan konsumen pasca-Idul Fitri. "Sebenarnya, panennya di Tanggamus sudah lama, tapi karena permintaan banyak, harga terus bergerak naik," tuturnya.

Kepala Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Koperindag) Lampung, Adji Hartanto, membenarkan terjadi kenaikan harga beras di pasaran. Menurut data Dinas Koperindag Lampung, terjadi kenaikan harga beras mencapai Rp 400 hingga 700 per kg.

Harga beras asalan sebelumnya Rp 6.200 menjadi 6.800 per kg. Sedangkan beras kualitas sedang Rp 7.000 hingga Rp 7.500 per kg dan kualitas super dari Rp 7.600 hingga Rp 7.8.00 pe kg.

Sementara itu, sebagian petani di Kecamatan Banjit Kabupaten Waykanan Lampung cenderung memilih menjual produksi pertaniannya dalam bentuk beras daripada gabah karena lebih menguntungkan secara ekonomi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement