Rabu 10 Feb 2021 16:10 WIB

Bos Garuda Ungkap Kerugian Akibat Kontrak dengan Bombardier

Setiap tahun Garuda Indonesia merugi sekitar Rp 420 miliar akibat kontrak Bombardier.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Nidia Zuraya
Menteri BUMN Erick Thohir, Dirut Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, dan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga saat jumpa pers penyelesaian kontrak sewa pesawat Bombardier CRJ 1000 di Jakarta, Rabu (10/2).
Foto: Tangkapan Layar
Menteri BUMN Erick Thohir, Dirut Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, dan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga saat jumpa pers penyelesaian kontrak sewa pesawat Bombardier CRJ 1000 di Jakarta, Rabu (10/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan pengembalian 12 pesawat Bombardier CRJ 1000 merupakan keputusan terbaik dalam memperbaiki kondisi keuangan perusahaan. Irfan mengatakan proses negoisasi untuk mengakhiri kontrak operating lease dengan Nordic Aviation Capital (NAC) sudah berjalan cukup lama. Menurut Irfan, Bombardier CRJ 1.000 tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada di pasar Indonesia.

"Kami dari tahun ke tahun mengalami kerugian dengan menggunakan pesawat ini, ditambah dengan kondisi Covid-19 memaksa kami tidak punya pilihan lain secara profesional untuk menghentikan kontrak ini," ujar Irfan saat jumpa pers virtual bersama Menteri BUMN Erick Thohir di Jakarta, Rabu (10/2).

Baca Juga

Irfan membeberkan kerugian Garuda saat mengoperasikan Bombardier CRJ 1000 selama delapan tahun rata-rata mencapai 30 juta dolar AS atau sekitar Rp 420 miliar (kurs Rp 14.000 per dolar AS) per tahun. Padahal, kata Irfan, biaya sewa pesawat Bombardier CRJ 1000 mencapai 27 juta dolar AS per tahun.

"Kita sudah mengeluarkan setiap tahun sewa pesawat 27 juta dolar AS untuk 12 pesawat tersebut, tetapi kita mengalami kerugian lebih dari 30 juta dolar AS. Apabila kita terminasi pada 1 Februari sampai akhir masa kontraknya, kita akan hemat di angka lebih dari 220 juta dolar AS," ucap Irfan.

 

Irfan mengatakan upaya early termination telah Garuda sampaikan berulang kali, namun tidak mendapat respons yang positif. Oleh karena itu, Garuda memutuskan secara sepihak menghentikan kontrak dengan CRJ dan mengembalikan 12 pesawat CRJ kepada NAC per 1 Februari lalu.

"Status pesawat tersebut ada di Bandara Internasional Soekarno-Hatta dalam status  tidak beroperasi, tidak kami gunakan lagi mulai 1 Februari," lanjut Irfan.

Irfan memahami penghentian kontrak secara sepihak ini akan menimbulkan konsekuensi, namun demikian, Garuda siap menangani konsekuensi tersebut secara profesional. Irfan mengatakan penyelesaian kontrak merupakan keputusan yang bersifat komersial dengan didukung landasan hukum yang kuat. Irfan memastikan pemberhentian operasi 12 Bombardier CRJ 1000 tidak akan mengganggu operasional rute yang sebelumnya.

"Kami memutuskan mengganti rute-rute yang  diterbangi 12 Bombardier dengan Boeing 737 800 yang kita miliki dan tidak ada niatan dalam waktu dekat untuk membeli pesawat baru untuk menggantikan ini. Kita akan memaksimalkan pesawat-pesawat kita yang ada saat ini," kata Irfan menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement