Jumat 15 Jan 2021 21:29 WIB

Kemendagri Sarankan DTKS Tanpa NIK Diverifikasi Ulang

Verifikasi ulang dinilai perlu agar bansos pemerintah tepat sasaran.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus raharjo
Dirjen Disdukcapil Zudan Arif Fakrulloh menjawab pertanyaan wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/3).
Foto: Republika/ Wihdan
Dirjen Disdukcapil Zudan Arif Fakrulloh menjawab pertanyaan wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh menyarankan Data Terpadu Kesejahteran Sosial (DTKS) tanpa Nomor Induk Kependudukan (NIK) diverifikasi ulang. Menurut dia, sekitar 16,7 juta DTKS dari Kementerian Sosial (Kemensos) tidak ditemukan NIK yang cocok dengan data kependudukan Kemendagri.

"Kalau kami menyarankan yang enggak ada NIK-nya diverifikasi ulang," ujar Zudan saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (15/1).

Zudan menambahkan, melalui verifikasi ulang ini, jika ada warga yang termasuk dalam DTKS tidak menerima bantuan, bisa datang ke dinas sosial sambil membawa identitas kependudukan seperti Kartu Keluarga. Apabila belum punya Kartu Keluarga, penerima bantuan bisa mendatangi dinas dukcapil untuk dibuatkan.

Menurut Zudan, verifikasi ulang DTKS yang tak memiliki NIK bisa membuat program bantuan pemerintah tepat sasaran. Ia juga menjelaskan, Kemendagri sudah menerima sekitar 99 juta DTKS dari Kemensos untuk dicocokkan dengan data kependudukan.

Dari 99 juta DTKS itu, hanya 83 persen yang berhasil cocok dengan NIK. Sedangkan, sisanya sekitar 16,7 juta data DTKS tidak ada kecocokan dengan NIK yang ada di data Kemendagri.

"Yang enggak cocok kira-kira 16,7 juta itu. Nah itu yang enggak ketemu NIK-nya, karena memang data awalnya ada data anomali," kata Zudan.

Tidak cocoknya 16,7 juta  DTKS dengan NIK yang ada di data Kemendagri, kemungkinan karena tidak lengkapnya pendataan awal dari daerah. Misalnya, perbedaan nama karena dalam DTKS hanya terdapat nama panggilan atau kesalahan penulisan hurufnya.

"Mungkin ya, analisis kami karena menggunakan nama panggilan, nama di database kependudukan Setiawan dipanggilnya Wawan. Namanya Asep dipanggilnya Aa, tulisannya Aa di situ ya enggak ketemu. Nah, itu ada problem di pendataan," tutur Zudan.

Ia menambahkan, pembaruan data seperti ini untuk menemukan data ganda, orang yang sudah meninggal dunia, pindah domisili, hingga mendapatkan pekerjaan. DTKS yang terintegrasi dengan data kependudukan dapat menghindari penerima bantuan ganda, terdatanya orang yang sudah meninggal sebagai penerima bantuan, serta bantuan tidak tepat sasaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement