Sabtu 09 Jan 2021 05:34 WIB

Ahli Ekonomi Syariah IPB Bahas Energi Baru Keuangan Syariah

Institusi ekonomi dan keuangan syariah telah beroperasi di lebih dari 100 negara.

(dari kiri) Direktur Wholesales Banking PT Bank Syariah Mandiri Kusman Yandi, Ketua Project Management Office Integrasi dan Peningkatan Nilai Bank Syariah Hery Gunardi, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Utama PT Bank BRIsyariah Tbk Ngatari dan Direktur Utama PT Bank BNI Syariah Abdullah Firman Wibowo berfoto bersama usai penandatanganan akta penggabungan tiga bank syariah milik Himbara di Jakarta, Rabu (16/12/2020). Penandatanganan akta penggabungan ini merupakan bagian dari proses merger tiga bank syariah milik Himbara.
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
(dari kiri) Direktur Wholesales Banking PT Bank Syariah Mandiri Kusman Yandi, Ketua Project Management Office Integrasi dan Peningkatan Nilai Bank Syariah Hery Gunardi, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Utama PT Bank BRIsyariah Tbk Ngatari dan Direktur Utama PT Bank BNI Syariah Abdullah Firman Wibowo berfoto bersama usai penandatanganan akta penggabungan tiga bank syariah milik Himbara di Jakarta, Rabu (16/12/2020). Penandatanganan akta penggabungan ini merupakan bagian dari proses merger tiga bank syariah milik Himbara.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Di antara karakteristik ekonomi dan keuangan syariah adalah terletak pada sifatnya yang inklusif dan kompatibel dengan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Artinya, ekonomi dan keuangan syariah dapat dipraktikkan oleh siapapun, di negara manapun, dan dengan latar belakang agama dan ras apapun.

Hal tersebut diungkapkan Dr Irfan Syauqi Beik, dosen IPB University dari Departemen Ilmu Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Karakteristik tersebut, kata Dr Irfan merupakan bentuk inklusivitas dan kompatibilitas yang luar biasa, yang dibuktikan dengan keberadaan institusi ekonomi dan keuangan syariah yang telah beroperasi di lebih dari seratus negara seluruh dunia.

“Bahkan banyak negara yang notabene minoritas muslim, memiliki tekad untuk menjadi kampiun di dunia ekonomi dan keuangan syariah global. Misalnya, Inggris mendeklarasikan diri menjadi pusat keuangan syariah dunia. Demikian pula dengan Thailand yang berambisi menjadi pusat industri makanan halal terbesar dunia dengan visi sebagai dapurnya dunia (Kitchen of the World),” ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (8/1).

Kondisi tersebut, lanjut Dr Irfan, juga ditopang dengan fakta bahwa perkembangan ekonomi syariah dunia, yang direpresentasikan oleh perkembangan sektor riil, sektor keuangan syariah dan sektor zakat, infak, sedekah, wakaf (ZISWAF), menunjukkan tren yang positif.

Meski mendapat tekanan yang luar biasa akibat resesi ekonomi yang disebabkan pandemi Covid-19, instrumen ekonomi dan keuangan syariah menunjukkan daya tahan yang luar biasa. Dr Irfan menegaskan, ketahanan itu memberikan harapan bahwa ekonomi dan keuangan syariah dapat dijadikan sebagai instrumen yang dapat memitigasi dampak dari krisis ekonomi, sekaligus memberikan daya ungkit bagi suatu perekonomian untuk kembali bangkit.

“Tentu kita berharap bahwa Indonesia dapat memanfaatkan perkembangan ekonomi dan keuangan syariah global bagi sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, diperlukan berbagai langkah dan upaya strategis, agar visi Indonesia untuk menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia tahun 2024 bisa tercapai,” ungkapnya.

Dalam konteks ini, Indonesia memiliki sejumlah keunggulan komparatif yang memungkinkannya menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia. Keunggulan tersebut antara lain ditinjau dari sisi jumlah penduduk Muslim (market advantage), potensi geografis dan sumber daya alam, serta dari sisi ekosistem halal dan dukungan regulasi yang semakin baik dari waktu ke waktu.

Lebih lanjut ia menyampaikan, perlunya konsolidasi strategis antarpelaku usaha ekonomi dan keuangan syariah, agar daya saing kelembagaan yang ada bisa semakin meningkat. Dalam hal ini, merger tiga Bank Umum Syariah (BUS) terbaik Indonesia menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI) menjadi salah satu terobosan penting dalam memperkuat proses konsolidasi strategis tersebut.

“Kelahiran BSI diharapkan menjadi energi baru bagi industri perbankan syariah nasional, yang akan membawa lompatan besar yang akan memberikan kemaslahatan yang lebih luas bagi masyarakat dan bangsa,” ujarnya.

Ada tiga peran yang menurut Dr Irfan dapat dijalankan oleh BSI dengan baik ke depan. Pertama, market penetration leader. BSI diharapkan menjadi energi yang akan menggerakkan industri perbankan syariah untuk melakukan penetrasi pasar lebih dalam dan lebih luas, sehingga pangsa pasar perbankan syariah bisa naik dari kisaran enam persen saat ini. Pangsa pasar ini diharapkan bisa menembus angka dua digit dalam kurun waktu lima tahun ke depan.

Kedua, lanjut Dr Irfan, value transmitter (pemancar nilai). Menurutnya, BSI diharapkan menjadi institusi yang menjadi pemancar nilai-nilai ekonomi dan keuangan syariah, bukan hanya pada industri perbankan, namun juga pada seluruh sektor dalam perekonomian nasional. Dengan kata lain, keberadaan BSI diharapkan dapat memberikan pengaruh nilai-nilai syariah pada kegiatan perekonomian nasional secara keseluruhan.

“Ini adalah hal yang sangat fundamental, karena akan mewarnai dan memperkuat ekosistem perekonomian yang sejalan dengan maqashid syariah. Transformasi nilai-nilai ekonomi syariah yang bersifat universal dan inklusif ini diharapkan dapat membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan mendasar dalam perekonomian seperti kemiskinan dan kesenjangan,” katanya.

Peran ketiga yang dapat dijalankan BSI, menurut Dr Irfan, adalah innovation center. Keberadaan BSI diharapkan mampu mendorong lahirnya beragam inovasi yang akan memperkuat kualitas perbankan syariah nasional, sekaligus meningkatkan daya saing bank syariah pada level global.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement