Kamis 17 Dec 2020 15:05 WIB

Viral Jembatan Bambu Ponorogo Senilai Rp 200 Juta, Ini Penjelasannya

Jembatan bambu senilai Rp 200 juta di Ponorogo jadi sorotan warga.

Rep: jatimnow.com/ Red: jatimnow.com
.
.

jatimnow.com - Postingan jembatan penghubung Desa Bulak dan Desa Pandak, Kecamatan Balong berupa bambu dan sesek dengan menghabiskan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Ponorogo Rp 200 juta menjadi viral di media sosial (medsos).

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kabupaten Ponorogo, Jamus Kunto mengatakan di tahun 2020 ini ada usulan dari desa untuk memperbaiki jembatan. Usulan perencanaan proyek itu ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda).

"Dari lurah ke Bappeda. Nah saya diminta untuk menghitung, antara bentang 10 sampai 11 meter itu kebutuhan anggaran sekitar Rp 500 juta sampai Rp 600 juta dengan lebar maksimal sekitar 3 meter," kata Jamus, Kamis (17/12/2020).

Namun, anggaran yang tersedia hanya Rp 200 juta. Ia menyebut jika pihak kelurahan telah menyetujuinya. Anggaran Rp 200 juta itu dibangun pondasinya dulu.

"Nanti tahun 2021 akan dilanjut lagi untuk struktur utamanya. Akhirnya kita bangun pondasinya dulu senilai Rp 200 juta itu. Dan selesai kan," ujar dia.

Setelah pondasi dibangun, warga kemudian membangun jembatan dengan bambu dan sesek agar dapat melintasinya. Warga beralasan, agar mereka tidak memutar terlalu jauh jika bepergian.

"Masyarakat yang membangun. Dan itu cukup untuk lewatan sepeda motor," terangnya.

Menurutnya, model jembatan dengan bambu dan sesek cukup banyak. Ada 7 jembatan yang pembangunannya bertahap. Selain jembatan di Kecamatan Balong juga ada di Desa Bajang.

Untuk jembatan Prayungan, Sawoo itu dibangun selama tiga tahun yang dilakukan sejak tahun 2009 lalu. Permasalahannya adalah keterbatasan anggaran oleh Pemkab Ponorogo sehingga pengerjaan tidak langsung selesai.

"Karena kalau memaksakan harus langsung jadi, tidak mungkin Rp 200 juta itu jadi. Karena memang butuh besar dan anggaran kita tidak cukup, kita cicil. Sebenarnya tidak masalah, dan itu usulan dari mereka. Tahun 2012 baru selesai," terang dia.

"Kaitan dengan spek kita ada ketentuan, menghitung RAB nya ada ketentuan, memakai spek teknis kebinamargaan, seperti itu. Tidak ada istilahnya kita mbangun sesek, nggak ada. Sesek itu karena dinamika masyarakat yang ada di situ menggunakan yang sudah ada walaupun darurat supaya tidak memutar terlalu jauh," pungkasnya.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan jatimnow.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab jatimnow.com.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement